Budidaya Tanaman Sayuran Bawang Putih

Budidaya Tanaman Sayuran Bawang Putih - Hallo sahabat elpasodemisdias, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Budidaya Tanaman Sayuran Bawang Putih, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Budidaya Tanaman Sayuran, Artikel Pertanian All, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Budidaya Tanaman Sayuran Bawang Putih
link : Budidaya Tanaman Sayuran Bawang Putih

Baca juga


Budidaya Tanaman Sayuran Bawang Putih

Bawang putih
( Allium satium L. )

I. UMUM
1.1. Sejarah
Bawang putih merupakan tumbuhan sayuran yang berasal dari Asia Tengah, diantaranya Cina dan Jepang yang beriklim subtropis. Dari sini bawang putih menyebar ke seluruh Asia, Eropa dan alhasil ke seluruh dunia. Sejarah bawang putih berkaitan dengan sejarah perjalanan peradaban dunia yang terlkenal. Sebut saja piramida yang berasal dari zaman keemasan Mesir. Disini , bawang putih digunakan sebagai sajian utama yang diberikan kepada buruh yang membangun piramida itu. Di Indonesia Bawang putih masuk melalui jalur perdagangan internasional yang semenjak berabad-abad lampau meramaikan bandar-bandar di Indonesia. Dimulai dari tempat pesisir lama-kelamaan meluas ke tempat pedalaman.

1.2. Sentral Penanaman
Bawang putih berasal dari Eropa pecahan Selatan, walaupun ada yang menyebutkan Amerika Serikat merupakan produsen bawang putih, yaitu di Lousiana dan Texas. Di Indonesia bawang putih sanggup tumbuh baik pada dataran tinggi dan dataran rendah, antara lain di Tuwel, Tegal (Jawa Tengah), Bantul dan Gunung Kidul (Yogjakarta).

1.3. Jenis Tanaman
Varietas bawang putih yang banyak di tanam di Indonesia antara lain: lumbu hijau, lumbu kuning, cirebon, tawangmangu, jenis ilocos dari Filipina, dan jenis lokal Thailand. Dari banyak varietas tersebut yang banyak ditanam ialah varietas lumbu hijau dan lumbu kuning.

1.4. Manfaat Tanaman
Bawang putih pada umumnya telah di gunakan untuk keperluan bumbu masak. Di zaman modern kini ini telah dibuktikan secara alamiah yang ternyata di dalam bawang putih terkandung zat kimia yang berkomposisi sedemikian rupa, sehingga menimbulkan khasiat yang berkhasiat bagi manusia.
Para hebat setuju bahwa penyakit, asma, cacingan, gatal-gatal sanggup diobati dengan alicin. Selain itu alicin sanggup juga membasmi Erytococcus Neoformans (jamur yang sering mengakibatkan meningitis di vagina manusia) dan juga sanggup bermanfaat untuk mengatasi influensa, letih dan sulit tidur. Selain itu bawang putih juga sanggup mengobati jantung koroner, menghindari kanker.

II. SYARAT PERTUMBUHAN
2.1. Iklim
a. Keadaan angin tidak banyak besar lengan berkuasa untuk tumbuhan bawang putih. Faktor angin merupakan faktor yang tidak memilih keberhasilan bertanam bawang.
b. Curah hujan yang cocok untuk pertumbuhan tumbuhan bawang putih ialah antara 100-200 mm/bulan. Curah hujan yang rendah dari itu akan mengganggu pertumbuhan, sebaliknya curah hujan yang terlalu tinggi akan mengakibatkan tumbuhan membusuk.
c. Tanaman bawang putih menghendaki penyinaran matahari yang cukup. Jenis bawang putih yang berumur panjang cocok ditanam di dearah subtropis, terutama pada demam isu panas. Bawang putih yang biasa ditanam di Indonesia merupakan jenis yang berumur pendek atau genjah.
d. Suhu udara yang cocok untuk tumbuhan ini antara 15-26 derajat C. Pada suhu udara yang terlalu tinggi umbi tidak berkembang sempurna/malah tidak membentuk umbi. Sebaliknya bila suhu udara terlalu rendah, tumbuhan gampang terjangkit frost.
e. Bawang putih menyenangi tempat yang lembab tapi kering. Kelembaban yang sesuai dengan bawang putih ialah sekitar 60-70 prosen.

2.2. Media Tanam
a. a) Tanah yang baik ialah tanah berlempung/berpasir ringan, berstuktur gembur, kaya materi organik, serta bersifat porous. Di lahan yang terlalu banyak kandungan pasirnya umbi akan cepat masak, kulit luar menipis dan siungnya gampang pecah (mudah rontok). Sebaliknya di tanah yang mempunyai kandungan liat tinggi pertumbuhannya akan terhambat. Kesuburan tanah berkaitan dengan kandungan zat makanan yang terdapat di dalamnya. Dengan bertambah banyaknya humus akan memperbesar kandungan hara.
b. erajat keasaman tanah yang paling disukai tumbuhan bawang putih ialah pH antara 6,5-7,5, sedangkan apabila pH<6,5 maka tanah harus di kapur.
c. Kelerengan yang baik untuk tumbuhan bawang putih ialah antara 15-40 derajat.
2.3. Ketinggian Tempat
Dataran tinggi dengan ketinggian antara 700-1000 m dpl merupakan tempat yang paling cocok untuk tumbuhan bawang putih.

III. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
3.1. Pembibitan
Keberhasilan perjuangan tani bawang putih sangat ditunjang oleh faktor bibit lantaran produksinya tergantung dari mutu bibit yang digunakan. Umbi yang digunakan sebagai bibit harus bermutu tinggi, berasal dari tumbuhan yang pertumbuhannya normal, sehat, serta bebas dari hama dan patogen.

3.1.1. Persyaratan Benih
Mutu bibit/benih bawang putih yang baik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a) Bebas hama dan penyakit
b) Pangkal batang berisi penuh dan keras
c) Siung bernas
d) Besar siung untuk bibit 1,5 hingga 3 gram.

3.1.2. Penyiapan Benih
Benih bawang putih berasal dari pembiakan generatif dengan umbinya. Kultur jaringan juga merupakan metode untuk mengisolasi pecahan tumbuhan menyerupai jaringan serta menumbuhkannya dalam kondisi aseptik sehingga bagian-bagian tersebut sanggup tumbuh dan berkembang menjadi tumbuhan lengkap. Dengan kultur jaringan sanggup diperoleh perbanyakan mikro/produksi tumbuhan gres dalam jumlah besar dalam waktu relatif singkat. Umbi bawang putih sanggup diperoleh di kios penjual bibit atau produsen bibit. Selain itu, umbi bibit juga sanggup diperoleh dari hasil panen sebelumnya yang telah dipersiapkan untuk umbi bibit.

Penyimpanan bibit pada umumnya dilakukan oleh petani di para-para dan digantung dengan cara pengasapan. Cara ini mudah tetapi seringkali merusak umbi bibit dan mempunyai penampilan yang kurang menarik dan memperlihatkan warna yang kecoklat-coklatan. Cara penyimpanan umbi bibit lain terdiri dari penyimpanan alami, penyimpanan di ruangan berventilasi dan penyimpanan pada suhu dingin.

3.2. Pengolahan Media Tanam
3.2.1. Persiapan
Penanaman bawang putih biasanya dilakukan di tempat persawahan yaitu setelah panen padi. Pengolahan lahan bertujuan menyiapkan kondisi tanah sesuai dengan yang diinginkannya. Secara garis besar pengolahan tanah mencakup acara penggemburan (dicangkul/dibajak), pembuatan bedengan dengan jalan masuk air, pengapuran (untuk tanah asam) dan kontribusi pupuk dasar. Tanah yang asam dinetralkan sebulan sebelum tanam. Bila pH kurang dari 6, takaran kapurnya sekitar 1-2 ton/ha.

Jumlah bibit yang diharapkan dipengaruhi oleh aneka macam faktor, antara lain:
a) pola tanam
b) jarak tanam
c) permukaan lahan
d) ukuran umbi bibit

Kebututuhan umbi bibit untuk bawang putih apabila jarak tanam 20 x 20 cm jumlah kebutuhan bibit antara 200.000-250.000 siung/200 kg siung, jarak tanam 20 x 15 cm jumlah kebutuhan bibit antara 240.000-300.000 siung/sekitar 240 kg siung, dan untuk jarak tanam 20 x 10 cm jumlah kebutuhan bibitnya ialah antara 400.000-500.000 siung/sekitar 400 kg siung. Jumlah bibit akan memilih volume produksi.

3.2.2. Pembukaan Lahan
Lahan yang akan ditanami apabila bekas panen pada sawah masih ada maka perlu dibersihkan. Apabila lahan yang hendak ditanami bukan bekas sawah, tanah harus dibajak/dicangkul hingga benar-benar gembur. Setelah itu lahan dibiarkan selama kurang lebih 1 ahad hingga bongkahan tanah tersebut menjadi kering, selanjutnya bongkahan tanah tersebut dihancurkan dan diratakan kemudian dibiarkan lagi, beberapa hari kemudian dilakukan lagi pembajakan untuk yang kedua kalinya. Dengan cara menyerupai ini bongkahan tanah akan hancur lebih halus lagi.


3.2.3. Pembentukan Bedengan
Pembuatan bedengan mula-mula dilakukan dengan menggali tanah untuk jalan masuk selebar dan sedalam ± 40 cm. Tanah galian tersebut diletakkan di samping kiri dan kanan saluran, selanjutnya dibentuk menjadi bedengan-bedengan. Lebar bedengan biasanya 80 cm dengan panjang 300 cm dan tinggi 40 cm. Tinggi bedengan dibentuk berdasarkan keadaan tanah lokasi. Kalau tanahnya agak berat, bedengan perlu sedikit ditinggikan. Apabila tanahnya berpasir, bedengan tidak perlu terlalu tinggi.

3.2.4. Pengapuran
Keasaman tanah yang ideal untuk budidaya bawang putih berkisar antara pH 6-6,8. Jika keasaman tanah masih normal, pH nya berkisar 5,5-7,5, belum merupakan masalah. Yang menjadi problem ialah apabila keasaman tinggi, pH nya rendah. Untuk menurunkan tingkat keasaman tanah, menaikkan pH, perlu dilakukan pengapuran.

Waktu kontribusi kapur yang baik ialah pada dikala final demam isu kemarau menjelang demam isu hujan. Pemberian kapur ke dalam tanah dilakukan 2-4 ahad sebelum tumbuhan ditanam. Selain itu, faktor cuaca juga perlu diperhatikan pada dikala kontribusi kapur.

Lahan yang akan dikapur harus dibersihkan dari rumput pengganggu (gulma). Setelah bersih, tanah dicangkul secara keseluruhan. Apabila lahan cukup luas, sebaiknya dibagi menjadi beberapa petak untuk mempermudah kontribusi kapur dan supaya kapur yang diberikan merata ke seluruh lahan. Pemberian kapur dilakukan dengan cara ditabur, menyerupai memupuk padi. Setelah ditaburi kapur secara merata, tanah dicangkul lagi supaya kapur bercampur dengan tanah dan cepat bereaksi. Selanjutnya, tanah dibiarkan selama 2-3 minggu, kemudian diolah lagi untuk ditanami. Pengapuran dilakukan secara sedikit demi sedikit supaya kondisi lahan tidak rusak. Adapun kebutuhan Dolomit untuk menetralkan tanah ialah sebagai berikut:
a) pH tanah 4,0 = 10,24 ton/ha.
b) pH tanah 4,5 = 7,87 ton/ha.
c) pH tanah 5,0 = 5,49 ton/ha.
d) pH tanah 5,5 = 3,12 ton/ha.
e) pH tanah 6,0 = 0,75 ton/ha.

3.2.5. Pemupukan
Pupuk dasar yang digunakan ialah pupuk kandang, Urea, TSP dan ZK. Pupuk sangkar di berikan sebanyak 20 ton /ha. Pupuk Urea, TSP dan ZK masing-masing diberikan sehari sebelum tanam dengan takaran 200, 130 dan 200 kg/ha. Pemberian pupuk dasar tidak perlu terlalu dalam, cukup disebarkan di atas bedengan kemudian dicampur dengan tanah atau dibenamkan ke dalam larikan yang dibentuk disamping barisan tanaman.

3.2.6. Pemberian Jerami Sebagai Mulsa
Untuk mempertahankan kondisi tanah setelah penanaman, bedengan ditutup dengan jerami secara merata. Penutupan dengan jerami jangan terlalu tebal lantaran sanggup mempersulit bibit yang gres tumbuh untuk menembusnya. Selain untuk mempertahankan kondisi tanah, mempertahankan suhu dan kelembaban permukaan, penutupan dengan jerami juga dimaksudkan untuk memperbaiki struktur tanah, apabila jerami telah membusuk.

3.3. Teknik Penanaman
3.3.1. Penentuan Pola Tanam
Penanaman bawang putih sanggup dilakukan satu atau dua kali setahun dengan mengadakan pembiasaan varietas. Pola tanam bawang putih dalam setahun sanggup dirotasikan sebagai berikut:
a) Bawang putih - sayuran - bawang putih
b) Bawang putih - sayuran tumpang sari palawija - bawang putih
c) Bawang putih - tumpang sari palawija atau sayuran.

Penggunaan jarak tanam yang sesuai sanggup meningkatkan hasil umbi per hektar. Jarak tanam yang terlalu rapat akan menghasilkan umbi yang relatif kecil walaupun hasil per satuan luas meningkat. Jarak tanam yang digunakan sanggup bervariasi berdasarkan kebutuhan yang paling menguntungkan, tetapi yang biasa digunakan ialah (15 x 10) cm.

3.3.2. Pembuatan Lubang Tanam
Pembuatan lubang tanam sanggup dilakukan dengan tugal atau alat lain. Kedalaman lubang untuk penanaman bawang putih ialah 3-4 cm (setinggi ukuran siung bibit). Setelah lubang tanam terbentuk, umbi bibit siap ditanam.

3.3.3. Cara Penanaman
Sehari sebelum ditanam, bibit bawang putih yang masih berupa umbi dipipil/dipecah satu per satu sehingga menjadi beberapa siung. Agar lebih gampang memecahkan umbi dan menghindari terkelupasnya kulit siung, sebaiknya umbi dijemur selama beberapa jam. Bibit siung tersebut selanjutnya dimasukkan ke dalam lubang tanam di atas bedengan. Lubang tanam jangan dibentuk terlalu dalam supaya bibit tidak terbenam seluruhnya. Jika bibit terlalu dalam ditanam atau terbenam seluruhnya ke dalam tanah, tunas barunya akan sukar tumbuh dan sanggup terjadi pembusukan bibit. Sebaliknya, lubang tanam juga jangan dibentuk terlalu dangkal lantaran nantinya tumbuhan akan gampang rebah. Setiap lubang ditanam satu bibit dan diusahakan supaya 2/3 pecahan yang terbenam ke dalam tanah dengan posisi tegak lurus. Posisi siung jangan hingga terbalik, alasannya walau masih sanggup rumbuh, tetapi pertumbuhannya tidak sempurna.


3.4. Pemeliharaan Tanaman
3.4.1. Penjarangan dan Penyulaman
Bawang yang ditanam adakala tidak tumbuh lantaran kesalahan teknis penanaman atau faktor bibit. Oleh lantaran itu, tidak mengherankan bila dalam suatu lahan ada tumbuhan yang tidak tumbuh sama sekali, ada yang tumbuh kemudian mati, dan ada yang pertumbuhannya tidak sempurna. Jika keadaan ini dibiarkan, maka produksi yang dikehendaki tidak tercapai. Oleh alasannya itu, untuk mendapat pertumbuhan yang seragam, seminggu setelah tanam dilakukan penyulaman terhadap bibit yang tidak tumbuh atau pertumbuhannya tampak tidak sempurna. Biasanya untuk penyualaman dipersiapkan bibit yang ditanam di sekitar tumbuhan pokok atau disiapkan di tempat khusus. Persiapan bibit cadangan ini dilakukan bersamaan dengan penanaman tumbuhan pokok.

3.4.2. Penyiangan
Pada penanaman bawang putih, penyiangan dan penggemburan sanggup dilakukan dua kali atau lebih. Hal ini sangat tergantung pada kondisi lingkungan selama satu demam isu tanam.Penyiangan dan penggemburan yang pertama dilakukan pada dikala tumbuhan berumur 3-2 ahad setelah tanam. Adapun penyiangan berikutnya dilaksanakan pada umur 4-5 ahad setelah tanam. Apabila gulma masih leluasa tumbuh, perlu disiang lagi. Pada dikala umbi mulai terbentuk, penyiangan dan penggemburan harus dilakukan dengan hati-hati supaya tidak merusak akar dan umbi baru.

3.4.3. Pembubunan
Dalam penanaman bawang putih perlu dilakukan pembubunan. Pembubunan terutama dilakukan pada tepi bedengan yang seringkali longsor ketika diairi. Pembubunan sebaiknya mengambil tanah dari selokan/ parit di sekeliling bedengan, supaya bedengan menjadi lebih tinggi dan parit menjadi lebih dalam sehingga drainase menjadi normal kembali. Pembubunan juga berfungsi memperbaiki struktur tanah dan akar yang keluar di permukaan tanah tertutup kembali sehingga tumbuhan berdiri kuat dan ukuran umbi yang dihasilkan sanggup lebih besar-besar.

3.4.4. Pemupukan
Pemberian pupuk dilakukan dengan 2 tahap, yaitu sebelum tanam atau bersamaan dengan penanaman sebagai pupuk dasar dan sehabis penanaman sebagai pupuk susulan.Unsur hara utama yang diharapkan dalam pemupukan ialah N, P, dan K dalam bentuk N, P2O5, dan K2O. Unsur-unsur hara lainnya sanggup terpenuhi dengan kontribusi pupuk kandang.

Dalam satu kali penanaman tiap hektar bawang putih dibutuhkan sekitar 240 kg N, 60 kg P2O5, dan 200 kg K2O. Apabila juga dilakukan pemupukan dengan pupuk kandang, maka takaran pupuk sangkar dikurangi menjadi 180 kg N, 60 kg P2O5, dan 100 kg K2O. Bawang putih memerlukan welirang dalam jumlah yang cukup banyak. Unsur ini mempengaruhi rasa dan aroma khas bawang putih. Oleh alasannya itu, apabila memakai KCl sebagai sumber kalium, maka sebagai sumber nitrogen sebaiknya memakai pupuk ZA. Jika sebagai sumber nitrogen digunakan Urea, maka untuk sumber kalium sebaiknya digunakan ZK. Hal ini dilakukan supaya kebutuhan welirang tetap terpenuhi. Berdasarkan kebutuhan unsur hara di atas, jumlah pupuk yang akan digunakan sanggup dihitung berdasarkan jenis dan kandungan unsur haranya. Caranya ialah besarnya kebutuhan pupuk merupakan perbandingan takaran unsur hara dengan Kandungan unsur hara dikalikan seratus. Cara pemupukannya ialah dengan dibenamkan di dalam larikan disamping barisan tumbuhan menyerupai cara memperlihatkan pupuk dasar.


3.4.5. Pengairan dan Penyiraman
Pemberian air sanggup dilakukan dengan memakai gembor atau dengan menggenangi jalan masuk air di sekitar bedengan. Cara yang terakhir dinamakan sistem leb. Penyiraman dengan gembor, untuk bawang yang gres ditanam, diusahakan lubang gembornya kecil supaya air yang keluar juga kecil sehingga tidak merusak tanah di sekitar bibit. Jika air yang keluar besar, maka posisi benih sanggup berubah, bahkan sanggup mengeluarkannya dari dalam tanah. Pada awal penanaman, penyiraman dilakukan setiap hari. Setelah tumbuhan tumbuh baik, frekuensi kontribusi air dijarangkan, menjadi seminggu sekali. Pemberian air tidak boleh pada dikala tumbuhan sudah renta atau menjelang panen, kira-kira berumur 3 bulan sehabis tanam atau pada dikala daun tumbuhan sudah mulai menguning.

3.4.6. Waktu Penyemprotan Pestisida
Untuk menghindari serangan hama menyerupai kutu dan trips, maka perlu dilakukan penyemprotan pestisida berupa Tamaron atau Bayrusil 0,2%. Sedangkan untuk pencegahan terhadap penyakit perlu pula di semprot dengan pestisida menyerupai halnya Dithane M-45 0,2-0,3 prosen. Dosisnya diubahsuaikan dengan hukum pemakaian yang tertera pada masing-masing kemasan pestisida, apakah untuk pencegahan atau pemberantasan. Penyemprotan pestisida sebaiknya dilakukan pada pagi-pagi hari benar atau sore hari ketika udara masih hening supaya lebah atau serangga lain yang berkhasiat tidak ikut terbasmi. Cara penyemprotan dilakukan dengan memakai tangki penyemprotan (ukurannya sanggup bermacam-macam) baik secara manual (pompa tangan) ataupun dengan memakai tekanan gas.

3.5. Hama dan Penyakit
3.5.1. Hama
a. Kutu bawang (Thips tabaci Lindeman).
Serangga ini masuk ke tumbuhan dalam bentuk masih larva dan dewasa dengan cara mengisap cairan tanaman, baik pada daun maupun pada pecahan lain. Gejala: daun yang terjangkit bermetamorfosis kuning dan alhasil keperak-perakan atau coklat serta mengerut/mengeriting dan lama-kelamaan menjadi layu. Pengendalian: memperabukan sisa tumbuhan setelah panen atau dengan kimia. Pemberantasan secara kimia dilakukan dengan insektisida menyerupai basudin 60 EC yang merupakan insektisida dalam bentuk cairan kental dengan materi aktif diazonon yang termasuk ke dalam golongan organofosfat. Konsentrasi larutan yang digunakan ialah 0,2 prosen, maksudnya 2 ml Basudin dilarutkan kedalam 1 liter air. Dan Bayrusil 250 EC ialah insektisida yang bekerja secara racun kontak. Konsentrasi larutan yang digunakan ialah 2 cc/liter air.

b. Ulat daun (Sporodoptera litura.)
Ulat ini mempunyai ciri khas, yaitu pada ruas perut yang keempat dan kesepuluh terdapat bentuk bulan sabit berwarna hitam dan dibatasi garis kuning pada samping dan punggungnya. Gejala: ditandai dengan adanya bekas gigitan pada pecahan ujung dan pinggir daun. Ulat ini umumnya menyerang tumbuhan yang masih muda. Pengendalian: Telur dan ulat yang gres menetas diambil bersama daun yang ditempelinya. Pengambilan dilakukan segera mungkin lantaran pertumbuhan ulat ini cepat dan sanggup bersembunyi dalam tanah. Pemberantasan dengan kimia sanggup dilakukan dengan Azodrin 15 WSC dengan takaran 3-4 cc/liter air. Volume penyemprotannya 400-600 liter/ha.

c. Ulat grayak (Sporodoptera exigua Hbn.)
Gejala: daun nampak terkulai menyerupai layu, berwarna putih, pecahan daun yang diserang ialah pecahan dalam, yang ditinggalkan hanya lapisan epidermis, sehigga daun nampak menyerupai membran., hama ini sanggup dikendalikan bila dilakukan pergiliran tanaman. Pengendalian: mengumpulkan dan memusnahkan tekur yang ada pada ujung daun. Secara kimia hama ini sanggup diberantas dengan insektisida, contohnya Azodrin 15 WSC. Dosis yang digunakan 3-4 cc/liter air dengan volume penyemprotan 400-600 liter/ha.

d. Agrotis interjectionis Gn
Hama ini menyerang pada malam hari, pada siang hari bersembunyi di dalam tanah. Panjang tubuhnya antara 30 - 35 mm, berwarna coklat renta dan adakala tertutup dengan butiran tanah. Hama ini banyak terdapat di dataran rendah hingga ketinggian 1.500 m dpl. Gejala: tumbuhan yang diserang ialah tumbuhan yang muda. Akibat serangannya tumbuhan menjadi rebah lantaran hama ini memotong pecahan leher umbi, adakala juga memakan daun bawang. Pengendalian kimia: (1) Diazinon. Insektisida ini ada 2 jenis, yaitu Diozinon 60 EC dan Diazinon 10 G. Keduanya berbahan aktif diazinon sebanyak 60% untuk Diazinon 60 EC dan 10% untuk Diazinon 10 G. Untuk pemberantasan sanggup digunakan Diazinon 60 EC dengan konsentrasi 1-2 cc/liter air. Dapat juga memakai Diazinon 10 G ditaburkan di sekitar perakaran tumbuhan menyerupai melaksanakan pemupukan. Dengan cara ini, racunnya akan terisap oleh tumbuhan dan membunuh hama yang memakan pecahan tumbuhan tersebut. (2) Insektisida lain yang sanggup digunakan ialah Tamaron dengan konsentrasi 1-2 cc/liter air dan Bayrusil 25 EC dengan konsentrasi 2 cc/liter air.

e. Nematoda akar (cacing Ditylenchus dipsaci.)
Gejala: umbi menjadi lunak, pangkal titik tumbuhnya menjadi bisul dan ujung akarnya menjadi kering serta busuk. Serangannya juga menjadikan daun menjadi kerdil, mula-mula menggulung dan terlipat kemudian menguning dan pucuk-pucuk daun menjadi kering. Pengendalian: dengan Furadan 3 G dan sanggup pula dengan Nemagon. Hama-hama lainnya yang sering menyerang tumbuhan bawang putih diantaranya ulat bawang, lalat bawang dan tungau.

3.5.2. Penyakit
a. Penyakit bercak ungu
Penyebab: cendawan Alternariab porii (Ellis) Cif. Infeksi cendawan biasanya terjadi pada dikala tumbuhan membentuk umbi atau pada dikala cuacanya mendukung sanggup menyerang tumbuhan yang masih muda. Gejala: terlihat bercak kecil berwarna putih kemudian membesar dan bermetamorfosis ungu, ditengahnya terdapat titik hitam dan dikelilingi oleh tempat berwarna kuning yang sanggup meluas. Lama-kelamaan bercak ini tertutup oleh warna coklat renta yang tubuh buah cendawan (spora) yang sewaktu-waktu sanggup menyebar terbawa angin/terbawa oleh seranngga sehingga menyebar ke tumbuhan lain. Pengendalian: dengan Dithane M-45 dengan konsentrasi 180-240 gram/100 liter air yang dicampurkan dengan materi perekat Triton sebanyak 0,02-0,05 % dan sanggup pula memakai Antracol dengan konsentrasi 2 gram/liter air. Penyemprotan dilakukan pada dikala tumbuhan berumur 2 ahad dengan interval 5-7 hari.

b. Penyakit embun bulu (blorok, downy mildew)
Penyebab: cendawan, yaitu Perenospora destructor (Berk) Casp. Cendawan ini membentuk spora sebagai alat perkembangbiakan seksualnya. Spora tersebut dihasilkan pada malam hari atau pada dikala suhu udara rendah, sekitar 10 derajat C. Spora cendawan ini berwarna biru keabu-abuan. Gejala: tumbuhan bawang putih yang terjangkit penyakit ini daunnya menjadi berbintik-bintik abu-abu atau hijau pucat. Biasanya bintik-bintik ini berada di ujung daun dan terjadi pada awal pembentukan umbi. Bintik-bintik ini cepat melebar dan warnanya menjadi ungu bila keadaan cuaca mendukung, yaitu keadaan udara lembab, berembun, atau turun hujan. Pada alhasil sanggup menjadikan tumbuhan kering dan mati. Pengendalian: ialah dengan fungisida, yaitu Antracol dan Dithane. Caranya sama dengan pada penyakit bercak ungu.

c. Penyakit busuk fusarium
Penyebab: cendawan Fusarium sp. Gejala: daun menjadi layu, dimulai dari ujung daun. Penyakit ini juga sanggup menyerang bawang putih setelah panen atau dikala penyimpanan, baik di gudang maupun di pasar. Serangan umumnya terjadi pada umbi-umbi yang terluka akhir penanganan panen dan pascapanen yang kurang teliti. Bagian yang terinfeksi permukannya basah, kemudian menjadi lunak dan alhasil busuk berwarna cokelat. Pengendalian: dengan fungisida menyerupai Benlate dengan konsentrasi 2,5-5 gram/10 liter air. Penyemprotan dilakukan seminggu sekali. Apabila penyakit ini menyerang tumbuhan yang disimpan, maka sulit diatasi. Untuk itu pada dikala panen jangan hingga umbi ada yang terluka.

d. Penyakit bercak daun cercospora
Penyebab: cendawan Cercospora duddiae Welles. Gejala: adanya bercak klorosis, lingkaran dan berwarna kuning merupakan tanda-tanda awal penyakit ini. Bercak yang terjadi bergaris tengah kurang lebih 3-5 mm dan paling banyak terjadi pada ujung daun pecahan luar. Pengendalian: sama dengan cara pengendalian penyakit bercak ungu.

e. Penyakit lain
Penyakit lain ialah karat daun yang disebabkan oleh Puccinia porii, busuk lunak oleh Sclerotium cepivorum, busuk jingga oleh Pyrenochaeta terrestris, dan virus mosaik.

3.5.3. Gulma
Penurunan produksi sebagai akhir adanya aneka macam gulma sanggup mencapai 80%, terutama bila kontribusi mulsa kurang baik sehingga pertumbuhan rumput subur. Gulma-gulma yang sering dijumpai di tempat pertanaman bawang putih antara lain; leki, rumput kakawatan, dan bayam liar (duri). Penyiangan tumbuhan pada umur 30 dan 60 hari mempunyai efek yang positif terhadap produksi. Pemakaian herbisida TOK 50 WP sanggup disarankan untuk pengendalian gulma terutama untuk skala penanaman yang sangat luas (Subhan dkk, 1989).

3.6. Panen
3.6.1. Ciri dan Umur Panen
Bawang putih yang akan dipanen harus mencapai cukup umur. Tergantung pada varietas dan daerah, umur panen yang biasa dijadikan pedoman ialah antara 90-120 hari. Ciri bawang putih yang siap panen ialah sekitar 50 prosen daun telah menguning/kering dan tangkai batang keras.

3.6.2. Cara Panen
Di tempat tempat dilakukan survai, yaitu di Tuwel Tegal pemanenan dilakukan dengan cara mencabut tumbuhan kemudian diikat sebanyak 30 tangkai per ikat dan dijemur selama 15 hari hingga batangnya kering. Umbi dibersihkan dengan membuang akar dan daun dan sekaligus dilakukan pemilihan (grading) yaitu pemisahan berdasarkan kualitasnya.

3.6.3. Periode Panen
Tanaman bawang putih sanggup dipanen setelah berumur 95-125 hari untuk varietas lumbu hijau dan umur antara 85-100 hari untuk varietas lumbu kuning. Setelah pemanenan, lahan sanggup ditanami kembali setelah dibiarkan selama beberapa ahad dan diolah terlebih dahulu atau sanggup pula ditanami tumbuhan lainnya untuk melaksanakan rotasi tanaman.

3.6.4. Prakiraan Produksi
Di tempat tempat dilakukannya survei (Tuwel, Tegal) bawang putih sanggup memproduksi umbi sebanyak 16-20 ton/ha (basah), sedangkan di dataran medium (600 m dpl) dan dataran rendah (450 m dpl ke bawah) sanggup menghasilkan 12-16 ton/ha umbi basah. Adakalanya sebelum panen tanah diairi dahulu supaya umbi bawang putih gampang dicabut.

3.7. Pascapanen
3.7.1. Pengumpulan
Setelah dipanen dilakukan pengumpulan dengan cara mengikat batang semu bawang putih menjadi ikatan-ikatan kecil dan diletakkan di atas anyaman daun kelapa sambil dikeringkan untuk menjaga dari kerusakan dan mutunya tetap baik.

3.7.2. Penyortiran dan Penggolongan
Sortasi dilakukan untuk mengelompokkan umbi-umbi bawang putih berdasarkan ukuran dan mutunya. Sebelum dilakukan penyortiran, umbi-umbi yang sudah kering dibersihkan. Akar dan daunnnya dipotong hingga hanya tersisa pangkal batang semu sepanjang ± 2 cm.

Ukuran atau kriteria sortasi umbi bawang putih adalah
a) keseragaman warna berdasarkan jenis.
b) ketuaan/umur umbi.
c) tingkat kekeringan.
d) kekompakan susunan siung.
e) bebas hama dan penyakit.
f) bentuk umbi (bulat atau lonjong).
g) ukuran besar-kecilnya umbi.
Berdasarkan ukuran umbi, bawang putih sanggup dikelompokkan menjadi beberapa kelas, yaitu.
a) kelas A: umbi yang diameternya lebih dari 4 cm.
b) kelas B: umbi yang diameternya antara 3-4 cm.
c) kelas C: umbi yang diameternya antara 2-3 cm.
d) kelas D: umbi yang kecil atau yang pecah dan rusak.

3.7.3. Penyimpanan
Dalam jumlah kecil, bawang putih biasanya disimpan dengan cara digantung ikatan-ikatannya di atas para-para. Setiap ikatan beratnya sekitar 2 kg. Para-paranya dibentuk dari kayu atau bambu dan diletakkan diatas dapur. Cara menyerupai ini sangat menguntungkan lantaran setiap kali dapur dinyalakan, bawang putih terkena asap. Pengasapan merupakan cara pengawetan yang cukup baik. Dalam jumlah besar, caranya ialah disimpan di dalam gudang. Gudang yang akan digunakan harus mempunyai ventilasi supaya sanggup terjadi peredaran udara yang baik. Suhu ruangan yang diharapkan antara 25-30 derajat C. Jika suhu ruangan terlalu tinggi, akan terjadi proses pertunasan yang cepat. Kelembaban ruangan yang baik ialah 60-70 prosen.

3.7.4. Pengemasan dan Pengangkutan
Untuk memudahkan pengangkutan bawang putih dimasukkan ke dalam karung goni atau karung plastik dengan anyaman tertentu. Alat pengangkutan sanggup bermacam-macam, sanggup gerobak, becak, sepeda atau kendaraan bermotor.

IV. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN
4.1. Analisis Usaha Budidaya
Analisis budidaya bawang putih per demam isu tanam (4 bulan) di dataran rendah dengan luas lahan 1 hektar pada tahun 1999 di tempat Jawa Timur.

a) Biaya produksi
1. Sewa lahan seluas 1.400 m2 per demam isu tanam
2. Bibit: 121 kg @ Rp. 6.000,-
3. Pupuk
    - Pupuk kandang: 1.500 kg @ Rp. 100,-
    - Urea: 35 kg @ Rp. 1.300,-
    - ZA: 85 kg @ Rp. 1.300,-
    - TSP: 40 kg @ Rp. 1.750,-
    - KCl: 45 kg @ Rp. 2.000,-
4. Obat dan petisida
    - Pupuk daun (TRESS): 0,5 liter @ Rp. 80.000,-
    - Agristik: 1 liter
    - Insektisida dan fungisida
    - Furadan: 4 bungkus @ Rp. 12.000,-
5. Alat
    - Sprayer: 1 buah
6. Tenaga kerja
    - Pengolahan lahan dan buat bedengan
    - Pemotongan 1/3 pecahan ujung umbi bibit: 4 HKW
    - Penanaman: 7 HKW
    - Pemupukan dasar: 6 HKW
    - Pemupukan susulan I: 6 HKW
    - Pemupukan susulan II: 6 HKW
    - Pengairan: 16 HKP @ Rp. 10.000,-
    - Penyemprotan insektisida: 4 HKP
7. Panen dan pascapanen
    - Pemanenan: 8 HKW + 3 HKP
    - Perawatan pascapanen: 8 HKW
8. Biaya lain-lain

Jumlah biaya produksi
b) Pendapatan: 1659 kg @ Rp.2.250,-
c) Keuntungan
d) Parameter kelayakan usaha
    1.
B/C ratio = 1,222

Rp.
Rp.

Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.

Rp.
Rp.
Rp.
Rp.

Rp.

Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.

Rp.
Rp.
Rp.

Rp.
Rp.
Rp.

300.000,-
726.000,-

150.000,-
45.500,-
110.500,-
70.000,-
90.000,-

40.000,-
25.000,-
110.000,-
48.000,-

300.000,-

250.000,-
30.000,-
52.500,-
45.000,-
45.000,-
45.000,-
160.000,-
40.000,-

90.000,-
60.000,-
280.000,-

3.112.500,-
3.802.500,-
690.000,-

4.2. Gambaran Peluang Agribisnis
Potensi pengembangan bawang merah sangat baik lantaran tumbuhan ini sanggup dibudidayakan hampir di seluruh propinsi di Indonesia. Satu problem klasik yang dihadapi ialah adanya fenomena panen raya dan demam isu peceklik. Prospek komoditi bawang merah sangat baik ditinjau dari segi permintaan yang akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk, selain juga sebagai komoditas ekspor bentuk segar/kering. Bawang merah merupakan komoditas ekspor, terutama ke negara-negara Asia menyerupai Singapura, Taiwan, Malaysia, Hongkong, Thailand dan lain-lain. Namun, pada saat-saat tertentu Indonesia juga pengimpor bawang merah segar ialah sekitar 31,6 juta ton. Ditinjau dari segi harga jual prospek pasar dalam negeri lebih baik dibandingkan harga ekspor/impor.

V. STANDAR PRODUKSI
5.1. Ruang Lingkup
Standar ini mencakup syarat mutu, cara pengujian mutu, cara pengambilan referensi dan cara pengemasan bawang merah.

5.2. Diskripsi
Standar mutu bawang merah tercantum pada Standar Nasional Indonesia SNI 01-3159-1992.

5.3. Klasifikasi dan Standar Mutu
Standar mutu yang digunakan inti budidaya bawang merah ialah sebagai berikut:
a) Keasaman sifat varietes: mutu I=seragam; mutu II=seragam; cara uji=organoleptik.
b) Ketuaan: mutu I=tua; mutu II=cukup tua; cara uji=organoleptik.
c) Kekerasan: mutu I=keras; mutu II=cukup keras; cara uji=organoleptik.
d) Diameter(mm): mutu I=1,7; mutu II=1,3; cara uji=Sp-SMP-309-1981.
e) Kerusakan (%): mutu I=5; mutu II=8; cara uji=Sp-SMP-310-1981.
f) Busuk (%): mutu I=1; mutu II=2; cara uji=Sp-SMP-309-1981.
g) Kotoran (%): mutu I=tidak ada; mutu II=tidak ada; cara uji=Sp-SMP-309-1981.

5.4. Pengambilan Contoh
Contoh diambil secara acak dari sejumlah kemasan, setiap kemasan diambil sebanyak 3 kg dari pecahan atas, tengah dan bawah. Contoh tersebut diacak bertingkat hingga diperoleh referensi paling sedikit 3 kg untuk di analisis. Jumlah Kemasan yang diambil dalam pengambilan referensi dalam lot adalah:
a) Jumlah kemasan 1 hingga 100, referensi yang diambil= 5.
b) Jumlah kemasan 101 hingga 300, referensi yang diambil= 7.
c) Jumlah kemasan 301 hingga 500, referensi yang diambil= 9.
d) Jumlah kemasan 501 hingga 1000, referensi yang diambil= 10.
e) Jumlah kemasan lebih dari 1000, referensi yang diambil=minimum 15.

5.5. Pengemasan
Pegemasan bawang merah disajikan dalam bentuk gedengan atau protolan, dikemas maksimum 80 kg dan ditutup dengan anyaman bambu atau materi lain, kemudian diikat dengan tali bambu atau materi lain. Isi kemasan tidak melebihi permukaan, dibagian tengah ada yang diberi sekat keranjang, bambu berbentuk silendris, untuk memperbaiki anutan udara.

Pemberian merek dibagian luar keranjang dengan memberi label dengan goresan pena sebagai berikut:
a) Nama barang.
b) Jenis mutu.
c) Nama/Kode perusahaan/eksportir.
d) Produksi Indonesia.
e) Negara/tempat tujuan.

VI. REFERENSI
6.1. Daftar Pustaka
a. AAK. 1998. Pedoman Bertanam Bawang. Kanisius. Yogyakarta.
b. Badan Agribisnis Departemen . 1999. Investasi Agribisnis Komoditas Unggulan Tanaman Pangan dan Hortikultura. Kanisius. Yogyakarta.
c. Putrasamedja, Sartono dan Suwandi. 1996. Varietas Bawang Putih di Indonesia. BALITBANG Sayuran dan Hortikultura. Lembang, Bandung.
d. Prasojo, B. Joko. 1984. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Penebar Swadaya. Jakarta.
e. Samadi, Budi dan Bambang Cahyono. 1996. Intensifikasi Budidaya Bawang Putih. Kanisius. Yogyakarta.


Demikianlah Artikel Budidaya Tanaman Sayuran Bawang Putih

Sekianlah artikel Budidaya Tanaman Sayuran Bawang Putih kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Budidaya Tanaman Sayuran Bawang Putih dengan alamat link https://elpasodemisdias.blogspot.com/2000/07/budidaya-tanaman-sayuran-bawang-putih.html

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel