Budidaya Tanaman Obat Jahe
Budidaya Tanaman Obat Jahe - Hallo sahabat elpasodemisdias, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Budidaya Tanaman Obat Jahe, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan
Artikel lainnya, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.
Judul : Budidaya Tanaman Obat Jahe
link : Budidaya Tanaman Obat Jahe
I. UMUM
1.1. Sejarah Singkat
Jahe merupakan tumbuhan obat berupa flora rumpun berbatang semu. Jahe (Zingiber Officinale) berasal dari Asia Pasifik yang tersebar dari India hingga Cina. Oleh lantaran itu kedua bangsa ini disebut-sebut sebagai bangsa yang pertama kali memanfaatkan jahe terutama sebagai materi minuman, bumbu masak dan obat-obatan tradisional.
Jahe termasuk dalam suku temu-temuan (Zingiberaceal), se-famili dengan temu-temuan lainnya ibarat temu lawak (Cucuma Xanthorrizha), temu hitam (Cucuma Aeruginosa), kunyit (Cucuma Domestica), kencur (Kaempteria Galanga), lengkuas (Lenguas Galanga) dan lain-lain.
1.2. Sentra Penanaman
Pada dikala ini jahe telah banyak dibudidayakan di Australia, Srilangka, Cina, Mesir, Yunani, India, Indonesia, Jamaika, Jepang, Meksiko, Nigeria, Pakistan. Jahe dari Jamaika mempunyai kualitas tertinggi, sedangkan India merupakan negara produsen jahe terbesar, yaitu lebih dari 50 % dari total produksi jahe dunia.
1.3. Jenis Tanaman
Pengertian jahe di Indonesia yakni batang yang tumbuh dalam tanah yang disebut rimpang. Berdasarkan ukuran, bentuk dan warna rimpangnya jahe sanggup dibagi menjadi 3 kelompok yaitu: Jahe putih besar disebut juga jahe badak, jahe putih kecil dan jahe merah disebut juga jahe sunti.
1.4. Manfaat Tanaman
Rimpang jahe sanggup dipakai sebagai bumbu masak, pemberi aroma dan rasa pada masakan ibarat roti, kue, biskuit, kembang gula dan banyak sekali minuman. Jahe juga sanggup dipakai pada industri obat, minyak wangi, industri jamu tradisional, diolah menjadi asinan jahe, dibentuk acar, lalap, bandrek, sekoteng dan sirup. Dewasa ini para petani cabai memakai jahe sebagai pestisida alami.
Dalam perdagangan jahe dijual dalam bentuk segar, kering, jahe bubuk dan awetan jahe. Disamping itu terdapat hasil olahan jahe seperti: minyak astiri dan koresin yang diperoleh dengan cara penyulingan yang mempunyai kegunaan sebagai materi pencampur dalam minuman beralkohol, es krim, adonan sosis dan lain-lain.
II. SYARAT PERTUMBUHAN
2.1. Iklim
a.Tanaman jahe membutuhkan curah hujan relatif tinggi, yaitu antara 2.500-4.000 mm/tahun.
b.Pada umur 2,5 hingga 7 bulan atau lebih tumbuhan jahe memerlukan sinar matahari. Dengan kata lain penanaman jahe dilakukan di tempat yang terbuka sehingga mendapat sinar matahari sepanjang hari.
c.Suhu udara optimum untuk budidaya tumbuhan jahe antara 20-35 derajat C.
2.2. Media Tanam
a) Tanaman jahe paling cocok ditanam pada tanah yang subur, gembur dan banyak mengandung humus.
b) Tekstur tanah yang baik yakni lempung berpasir, liat berpasir dan tanah laterik.
c) Tanaman jahe sanggup tumbuh pada keasaman tanah (pH) sekitar 4,3-7,4. Tetapi keasaman tanah (pH) optimum untuk jahe gajah yakni 6,8-7,0.
2.3. Ketinggian Tempat
Jahe tumbuh di kawasan tropis dan subtropis dengan ketinggian 0-2.000 m dpl. Tetapi pada umumnya di Indonesia ditanam pada ketinggian 200-600 m dpl.
III. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
3.1. Pembibitan
3.1.1. Persyaratan Bibit
Bibit berkualitas yakni bibit yang memenuhi syarat mutu genetik, mutu fisiologik (persentase tumbuh yang tinggi), dan mutu fisik. Yang dimaksud dengan mutu fisik yakni bibit yang bebas hama dan penyakit. Oleh lantaran itu kriteria yang harus dipenuhi antara lain:
a) Bahan bibit diambil pribadi dari kebun (bukan dari pasar).
b) Dipilih materi bibit dari tumbuhan yang sudah bau tanah (berumur 9-10 bulan).
c) Dipilih pula dari tumbuhan yang sehat dan kulit rimpang tidak terluka atau lecet.
3.1.2. Teknik Penyemaian Bibit
Untuk pertumbuhan tumbuhan yang serentak atau seragam, bibit jangan pribadi ditanam sebaiknya terlebih dahulu dikecambahkan. Penyemaian bibit sanggup dilakukan dengan peti kayu atau dengan bedengan.
a.Penyemaian pada peti kayu
Rimpang jahe yang gres dipanen dijemur sementara (tidak hingga kering), kemudian disimpan sekitar 1-1,5 bulan. Patahkan rimpang tersebut dengan tangan dimana setiap potongan mempunyai 3-5 mata tunas dan dijemur ulang 1/2-1 hari. Selanjutnya potongan bakal bibit tersebut dikemas ke dalam karung beranyaman jarang, kemudian dicelupkan dalam larutan fungisida dan zat pengatur tumbuh sekitar 1 menit kemudian keringkan. Setelah itu dimasukkan kedalam peti kayu. Lakukan cara penyemaian dengan peti kayu sebagai berikut: pada kepingan dasar peti kayu diletakkan bakal bibit selapis, kemudian di atasnya diberi bubuk gosok atau sekam padi, demikian seterusnya sehingga yang paling atas yakni bubuk gosok atau sekam padi tersebut. Setelah 2-4 ahad lagi, bibit jahe tersebut sudah disemai.
b.Penyemaian pada bedengan
Buat rumah penyemaian sederhana ukuran 10 x 8 m untuk menanam bibit 1 ton (kebutuhan jahe gajah seluas 1 ha). Di dalam rumah penyemaian tersebut dibentuk bedengan dari tumpukan jerami setebal 10 cm. Rimpang bakal bibit disusun pada bedengan jerami kemudian ditutup jerami, dan di atasnya diberi rimpang kemudian diberi jerami pula, demikian seterusnya, sehingga didapatkan 4 susunan lapis rimpang dengan kepingan atas berupa jerami. Perawatan bibit pada bedengan sanggup dilakukan dengan penyiraman setiap hari dan sesekali disemprot dengan fungisida. Setelah 2 minggu, biasanya rimpang sudah bertunas. Bila bibit bertunas dipilih semoga tidak terbawa bibit berkualitas rendah. Bibit hasil seleksi itu dipatah-patahkan dengan tangan dan setiap potongan mempunyai 3-5 mata tunas dan beratnya 40-60 gram.
3.1.3. Penyiapan Bibit
Sebelum ditanam, bibit harus dibebaskan dari bahaya penyakit dengan cara bibit tersebut dimasukkan ke dalam karung dan dicelupkan ke dalam larutan fungisida sekitar 8 jam. Kemudian bibit dijemur 2-4 jam, barulah ditanam.
3.2. Pengolahan Media Tanam
3.2.1. Persiapan
Untuk mendapat hasil panen yang optimal harus diperhatikan syarat-syarat tumbuh yang dibutuhkan tumbuhan jahe. Bila keasaman tanah yang ada tidak sesuai dengan keasaman tanah yang dibutuhkan tumbuhan jahe, maka harus ditambah atau dikurangi keasaman dengan kapur.
3.2.2. Pembukaan Lahan
Pengolahan tanah diawali dengan dibajak sedalam kurang lebih dari 30 cm dengan tujuan untuk mendapat kondisi tanah yang gembur atau remah dan membersihkan tumbuhan pengganggu. Setelah itu tanah dibiarkan 2-4 ahad semoga gas-gas beracun menguap serta bibit penyakit dan hama akan mati terkena sinar matahari. Apabila pada pengolahan tanah pertama dirasakan belum juga gembur, maka sanggup dilakukan pengolahan tanah yang kedua sekitar 2-3 ahad sebelum tanam dan sekaligus diberikan pupuk sangkar dengan takaran 1.500-2.500 kg.
3.2.3. Pembentukan Bedeng
Pada daerah-daerah yang kondisi air tanahnya buruk dan sekaligus untuk mencegah terjadinya genangan air, sebaiknya tanah diolah menjadi bedengan-bedengan dengan ukuran tinggi 20-30 cm, lebar 80-100 cm, sedangkan panjangnya diubahsuaikan dengan kondisi lahan.
3.2.4. Pengapuran
Pada tanah dengan pH rendah, sebagian besar unsur-unsur hara didalamnya, terutama fosfor (p) dan calcium (Ca) dalam keadaan tidak tersedia atau sulit diserap. Kondisi tanah yang masam ini sanggup menjadi media perkembangan beberapa cendawan penyebab penyakit fusarium sp dan pythium sp.
Pengapuran juga berfungsi menambah unsur kalium yang sangat diharapkan tumbuhan untuk mengeraskan kepingan tumbuhan yang berkayu, merangsang pembentukan bulu-bulu akar, mempertebal dinding sel buah dan merangsang pembentukan biji.
a) Derajat keasaman < 4 (paling asam): kebutuhan dolomit > 10 ton/ha.
b) Derajat keasaman 5 (asam): kebutuhan dolomit 5.5 ton/ha.
c) Derajat keasaman 6 (agak asam): kebutuhan dolomit 0.8 ton/ha.
3.3. Teknik Penanaman
3.3.1. Penentuan Pola Tanam
Pembudidayaan jahe secara monokultur pada suatu kawasan tertentu memang dinilai cukup rasional, lantaran bisa menunjukkan produksi dan produksi tinggi. Namun di daerah, pembudidayaan tumbuhan jahe secara monokultur kurang sanggup diterima lantaran selalu mengakibatkan kerugian.
Penanaman jahe secara tumpangsari dengan tumbuhan lain mempunyai keuntungan-keuntungan sebagai berikut:
a) Mengurangi kerugian yang disebabkan naik turunnya harga.
b) Menekan biaya kerja, seperti: tenaga kerja pemeliharaan tanaman.
c) Meningkatkan produktivitas lahan.
d) Memperbaiki sifat fisik dan mengawetkan tanah akhir rendahnya pertumbuhan gulma (tanaman pengganggu).
Praktek di lapangan, ada Jahe yang ditumpangsarikan dengan sayur-sayuran, ibarat ketimun, bawang merah, cabai rawit, buncis dan lain-lain. Ada juga yang ditumpangsarikan dengan palawija, ibarat jagung, kacang tanah dan beberapa kacang-kacangan lainnya.
3.3.2. Pembuatan Lubang Tanah
Untuk menghindari pertumbuhan jahe yang jelek, lantaran kondisi air tanah yang buruk, maka sebaiknya tanah diolah menjadi bedengan-bedengan. Selanjutnya buat lubang-lubang kecil atau alur sedalam 3-7,5 cm untuk menanam bibit.
3.3.3. Cara Penanaman
Cara penanaman dilakukan dengan cara melekatkan bibit rimpang secara rebah ke dalam lubang tanam atau alur yang sudah disiapkan. Penanaman jahe sebaiknya dilakukan pada awal isu terkini hujan sekitar bulan September dan Oktober.
3.4. Pemeliharaan Tanaman
3.4.1. Penjarangan dan Penyulaman
Sekitar 2-3 ahad sesudah tanam, hendaknya diadakan untuk melihat rimpang yang mati. Bila demikian harus segera dilaksanakan penyulaman semoga pertumbuhan bibit sulaman itu tidak jauh tertinggal dengan tumbuhan lain, maka sebaiknya dipilih bibit rimpang yang baik serta pemeliharaan yang benar.
3.4.2. Penyiangan
Penyiangan pertama dilakukan ketika tumbuhan jahe berumur 2-4 ahad kemudian dilanjutkan 3-6 ahad sekali. Tergantung pada kondisi tumbuhan pengganggu yang tumbuh. Namun sesudah jahe berumur 6-7 bulan, sebaiknya tidak perlu dilakukan penyiangan lagi, lantaran pada umur tersebut rimpangnya mulai besar.
3.4.3. Pembubunan
Tanaman jahe memerlukan tanah yang peredaran udara dan air sanggup berjalan dengan baik, maka tanah harus digemburkan. Disamping itu tujuan pembubunan untuk menimbun rimpang jahe yang kadang kala muncul ke atas permukaan tanah.
Apabila tumbuhan jahe masih muda, cukup tanah dicangkul tipis di sekeliling rumpun dengan jarak kurang lebih 30 cm. Pada bulan berikutnya sanggup diperdalam dan diperlebar setiap kali pembubunan akan berbentuk gubidan dan sekaligus terbentuk sistem pengairan yang berfungsi untuk menyalurkan kelebihan air.
Pertama kali dilakukan pembumbunan pada waktu tumbuhan jahe berbentuk rumpun yang terdiri atas 3-4 batang semu, umumnya pembubunan dilakukan 2-3 kali selama umur tumbuhan jahe. Namun tergantung kepada kondisi tanah dan banyaknya hujan.
3.4.4. Pemupukan
Selain pupuk dasar (pada awal penanaman), tumbuhan jahe perlu diberi pupuk susulan kedua (pada dikala tumbuhan berumur 2-4 bulan). Pupuk dasar yang dipakai yakni pupuk organik 15-20 ton/ha. Pemupukan tahap kedua dipakai pupuk sangkar dan pupuk buatan (urea 20 gram/pohon; TSP 10 gram/pohon; dan ZK 10 gram/pohon), serta K2O (112 kg/ha) pada tumbuhan yang berumur 4 bulan. Pemupukan juga dilakukan dengan pupuk nitrogen (60 kg/ha), P2O5 (50 kg/ha), dan K2O (75 kg/ha). Pupuk P diberikan pada awal tanam, pupuk N dan K diberikan pada awal tanam (1/3 dosis) dan sisanya (2/3 dosis) diberikan pada dikala tumbuhan berumur 2 bulan dan 4 bulan. Pupuk diberikan dengan ditebarkan secara merata di sekitar tumbuhan atau dalam bentuk alur dan ditanam di sela-sela tanaman.
3.4.5. Pengairan dan Penyiraman
Tanaman Jahe tidak memerlukan air yang terlalu banyak untuk pertumbuhannya, akan tetapi pada awal masa tanam diusahakan penanaman pada awal isu terkini hujan sekitar bulan September;
3.4.6. Waktu Penyemprotan Pestisida
Penyemprotan pestisida sebaiknya dilakukan mulai dari dikala penyimpanan bibit yang untuk disemai dan pada dikala pemeliharaan. Penyemprotan pestisida pada fase pemeliharaan biasanya dicampur dengan pupuk organik cair atau vitamin-vitamin yang mendorong pertumbuhan Jahe.
3.5. Hama dan Penyakit
3.5.1. Hama
Hama yang dijumpai pada tumbuhan jahe adalah:
a) Kepik, menyerang daun tumbuhan hingga berlubang-lubang.
b) Ulat penggesek akar, menyerang akar tumbuhan jahe hingga mengakibatkan tumbuhan jahe menjadi kering dan mati.
c) Kumbang.
3.5.2. Penyakit
a.Penyakit layu bakeri
Gejala: mula-mula helaian daun kepingan bawah melipat dan menggulung kemudian terjadi perubahan warna dari hijau menjadi kuning dan mengering. Kemudian tunas batang menjadi anyir dan alhasil tumbuhan mati rebah. Bila diperhatikan, rimpang yang sakit itu berwarna gelap dan sedikit membusuk, kalau rimpang dipotong akan keluar lendir berwarna putih susu hingga kecoklatan. Penyakit ini menyerang tumbuhan jahe pada umur 3-4 bulan dan yang paling kuat yakni faktor suhu udara yang dingin, genangan air dan kondisi tanah yang terlalu lembab. Pengendalian: (1) jaminan kesehatan bibit jahe; (2) karantina tumbuhan jahe yang terkena penyakit; (3) pengendalian dengan pengolahan tanah yang baik; (4) pengendalian fungisida dithane M-45 (0,25%), Bavistin (0,25%)
b.Penyakit anyir rimpang
Penyakit ini sanggup masuk ke bibit rimpang jahe melalui lukanya. Ia akan tumbuh dengan baik pada suhu udara 20-25 derajat C dan terus berkembang alhasil mengakibatkan rimpang menjadi busuk. Gejala: daun kepingan bawah yang bermetamorfosis kuning kemudian layu dan alhasil tumbuhan mati. Pengendalian: (1) penggunaan bibit yang sehat; (2) penerapan pola tanam yang baik; (3) penggunaan fungisida.
c.Penyakit bercak daun
Penyakit ini sanggup menular dengan sumbangan angin, akan masuk melalui luka maupun tanpa luka. Gejala: pada daun yang bercak-bercak berukuran 3-5 mm, selanjutnya bercak-bercak itu berwarna abu-abu dan ditengahnya terdapat bintik-bintik berwarna hitam, sedangkan pinggirnya anyir basah. Tanaman yang terjangkit bisa mati. Pengendalian: baik tindakan pencegahan maupun penyemprotan penyakit bercak daun sama halnya dengan cara-cara yang dijelaskan di atas.
3.6. Panen
3.6.1. Ciri dan Umur Panen
Pemanenan dilakukan tergantung dari penggunaan jahe itu sendiri. Bila kebutuhan untuk bumbu penyedap masakan, maka tumbuhan jahe sudah bisa ditanam pada umur kurang lebih 4 bulan dengan cara mematahkan sebagian rimpang dan sisanya dibiarkan hingga tua.
Apabila jahe untuk dipasarkan maka jahe dipanen sesudah cukup tua. Umur tumbuhan jahe yang sudah bisa dipanen antara 10-12 bulan, dengan ciri-ciri warna daun berubah dari hijau menjadi kuning dan batang semua mengering. Misal tumbuhan jahe gajah akan mengering pada umur 8 bulan dan akan berlangsung selama 15 hari atau lebih.
3.6.2. Cara Panen
Cara panen yang baik, tanah dibongkar dengan hati-hati memakai alat garpu atau cangkul, diusahakan jangan hingga rimpang jahe terluka. Selanjutnya tanah dan kotoran lainnya yang menempel pada rimpang dibersihkan dan bila perlu dicuci. Sesudah itu jahe dijemur di atas papan atau daun pisang kira-kira selama 1 minggu. Tempat penyimpanan harus terbuka, tidak lembab dan penumpukannya jangan terlalu tinggi melainkan agak disebar.
3.6.3. Prakiraan Produksi
Produksi rimpang segar untuk klon jahe gajah berkisar antara 15-25 ton/hektar, sedangkan untuk klon jahe emprit atau jahe sunti berkisar antara 10-15 ton/hektar.
3.7. Pascapanen
3.7.1. Penyortiran dan Penggolongan
Rimpang kemudian dipilih (sortasi) menurut ukuran panjang, lebar, besar dan kecil untuk memisahkan materi yang berkualitas rendah (rusak) dengan yang baik (seragam). Sortasi pada kunyit dilakukan melalui dua tahap, yaitu sortasi berair dan kering. Sortasi berair dilakukan pada materi segar untuk memisahkan bahan-bahan dari kotoran berupa tanah, sisa tanaman, dan gulma yang dimungkinkan mencemari materi hasil panen. Sortasi kering dilakukan pada materi yang telah mengalami pengeringan guna memisahkan bahan-bahan dari benda-benda asing, ibarat kerikil, tanah dan kotoran-kotoran lain. Setelah bersih, rimpang dikumpulkan dalam wadah berupa karung untuk memudahkan pengangkutan dan mempertahankan kebersihan rimpang hasil panen selama pengangkutan.
3.7.2. Penyimpanan
Rimpang disimpan dalam gudang yang mempunyai ventilasi baik dan lancar, tidak bocor, terhindar dari kontaminasi materi lain yang menurunkan kualitas materi yang bersangkutan, mempunyai penerangan yang cukup, serta higienis dan terbebas dari hama gudang. Untuk mencegah timbul hama gudang ibarat rayap, dilakukan dengan mengoleskan oli bekas pada lantai gudang. Setelah oli itu kering gres dipasang alas dari kayu, untuk meletakkan jahe yang telah dimasukkan dalam karung. Upaya yang dilakukan untuk menghindari serangan hama/cendawan yaitu dengan melaksanakan penyemprotan insektisida/fumigasi sebelum gudang digunakan.
3.7.3. Pengemasan
Rimpang selanjutnya dikemas dalam karung/plastik atau materi yang kedap udara.
IV. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN
4.1 Analisis Usaha Budidaya
Perkiraan analisis perjuangan budidaya jahe seluas 1 ha; yang dilakukan petani pada tahun 1999 di kawasan Bogor.
4.2. Gambaran Peluang Agribisnis
Saat ini seruan akan jahe oleh negara importir terus mengalami peningkatan, akan tetapi seruan tersebut belum semuanya sanggup dipenuhi mengingat produksi jahe masih terserap oleh kebutuhan dalam negeri. Dilihat dari segi harga, dari tahun 1991 hingga dikala ini fluktuasi harga jahe berair maupun kering boleh dikatakan stabil. Dilihat dari segi permintaan, stabilitas harga serta produksi jahe dalam negeri prosepek agrobisnis jahe sangat cerah.
V. STANDAR PRODUKSI
5.1. Ruang Lingkup
Standar mencakup jenis dan standar mutu, cara pengambilan teladan dan syarat pengemasan.
5.2. Diskripsi
Standar mutu jahe di Indonesia tercantum dalam Standar Nasional Indonesia SNI-01-3179-1992.
5.3. Klasifikasi dan Standar Mutu
Jahe diklasifikasikan menjadi 3 jenis mutu, yaitu: mutu I, II, III.
a.Syarat umum
1.Kesegaran jahe: segar
2.Rimpang bertunas: tidak ada
3.Kenampakan irisan melintang: cerah
4.Bentuk rimpang: utuh
5.Serangga hidup: bebas
b.b) Syarat Khusus
1.Ukuran berat: mutu I ³ 250 gram/rimpang; mutu II 150-249 gram/rimpang; mutu III dicantumkan sesuai hasil analisa.
2.Rimpang yang terkelupas kulitnya (rimpang/jumlah rimpang): mutu I=0 %; mutu II=0 %; mutu III<10 p="p">3.Benda asing: mutu I=0 %; mutu II=0 %; mutu III<3 p="p">4.Rimpang berkapang (rimpang/jumlah rimpang): mutu I=0%;mutu II=0%; mutu III<10 nbsp="nbsp" p="p">
Untuk mendapat jenis jahe yang sesuai dengan standar mutu dilakukan pengujian,yang meliputi:
a.Penentuan benda-benda asing
Timbanglah sejumlah teladan yang beratnya diantara 100-200 gram. Pisahkan benda-benda yang akan ditentukan persentase bobotnya dan dipindahkan pada beling arloji yang telah ditera. Kaca arloji beserta benda gila tersebut ditimbang pada neraca analitik. Perbedaan kedua penimbang tersebut membuktikan jumlah benda gila dalam cuplikan yang diuji.
b.Penentuan kadar serat
Keringkan kira-kira 5 gram cuplikan untuk pengujian didalam sebuah panggangan udara listrik 105 ± 1 derajat C, hingga berat tetap. Timbanglah dengan teliti kira-kira 2,5 gram materi yang telah dikeringkan itu ke dalam sebuah thimble dan ekstraklah dengan petroleum eter (titik didih 40-60 derajat C) selama kira-kira 1 jam dengan memakai sebuah alat soxhlet. Pindahkan materi yang telah bebas lemak tersebut kedalam sebuah labu berkapasitas 1 liter. Ambillah 200 ml asam sulfat encer, tempatkanlah dalam sebuah gelas piala, didihkanlaah seluruh asam yang mendidih itu kedalam labu yang telah berisi materi bebas lemak tersebut di atas. Lengkapilah segera labu itu dengan pendingin balik yang dialiri air, dan panaskanlah sedemikian rupa sehingga labu mendidih sesudah satu menit.
Goyang-goyanglah labu agak sering sambil menghindari tertinggalnya materi pada dinding labu yang tak bersentuhan dengan asam. Lanjutkanlah pendidihan selama sempurna 30 menit. Tanggalkanlah labu dan saringlah melalui kain halus (kira-kira 18 serat untuk setiap sentimeter) yang ditempatkan dalam sebuah corong penyaring dan cucilah dengan air mendidih hingga cucian tidak lagi bersifat asam terhadap lakmus. Didihkanlah sejumlah larutan natrium hidroksida dengan memakai pendingin balik dan didihkanlah selama sempurna 30 menit. Tanggalkanlah labu itu dan saringlah dengan segera dengan kain penyaring. Cucilah residum dengan baik dengan iar mendidih dan pindahkanlah kedalam krus gooch yang telah berisi lapisan tipis dan kompak asbes yang telah dipijarkan.
Cucilah residu dengan baik pertama-tama dengan air panas kemudian dengan kira-kira 15 ml etil alkohol 95%. Keringkanlah Krus Gooch dan isinya pada 105 ± 1 derajat C dalam panggangan udara hingga berat tetap. Dinginkan dan timbanglah. Pijarkan Krus Gooch tersebut pada 600 ± 20 derajat C dalam tanur suhu udara tinggi hingga seluruh materi menngandung karbon terbakar. Dinginkanlah Krus Gooch yang berisi bubuk tersebut dalam sebuah eksikator dan timbanglah.
c.Penentuan kadar minyak
1.Timbanglah dengan teliti, mendekati 1 gram, kira-kira 35-40 gram cuplikan yang telah dipotong kecil-kecil sebelum dimasukan kedalam labu didih.
2.Tambahkanlah air hingga seluruh cuplikan tersebut terendam dan tambahkan pula ke dalamnya sejumlah kerikil didih.
3.Sambunglah labu didih dengan alat "Dean-Stark" sehingga sanggup dipakai untuk pekerjaan destilasi dan panaskanlah labu didih tersebut beserta isinya.
Penyulingan tidak boleh bila tidak ada lagi butir-butir minyak yang menetes bahu-membahu air atau bila volume minyak dalam penampung tidak berubah dalam beberapa waktu.
Biasanya penyulingan ini memerlukan waktu lebih kurang 6 jam. Rendamlah penampung beserta isinya kedalam air sehingga cairan didalamnya mencapai suhu udara kamar dan ukurlah volume minyak yang tertampung.
5.4. Pengambilan Contoh
a.Pengambilan contoh
Dari jumlah kemasan dalam satu partai jahe segar siap ekspor diambil sejumlah kemasan secara acak ibarat dibawah ini, dengan maksimum berat tiap partai 20 ton.
1.Untuk jumlah kemasan dalam partai 1-100, teladan yang diambil 5.
2.Untuk jumlah kemasan dalam partai 101-300, teladan yang diambil 7
3.Untuk jumlah kemasan dalam partai 301-500, teladan yang diambil 9
4.Untuk jumlah kemasan dalam partai 501-1000, teladan yang diambil 10
5.Untuk jumlah kemasan dalam partai di atas 1000, teladan yang diambil minimum 15
Kemasan yang telah diambil, dituangkan isinya, kemudian diambil secara acak sebanyak 10 rimpang dari tiap kemasan sebagai contoh. Khusus untuk kemasan jahe segar berat 10 kg atau kurang, maka teladan yang diambil sebanyak 5 rimpang. Contoh yang telah diambil kemudian diuji untuk ditentukan mutunya.
b.Petugas pengambil contoh
Petugas pengambil teladan harus memenuhi syarat yaitu orang yang telah berpengalaman atau dilatih terlebih dahulu dan mempunyai ikatan dengan suatu tubuh hukum.
5.5. Pengemasan
Jahe segar disajikan dalam bentuk rimpang utuh, dikemas dengan jala plastik yang kuat, dengan berat maksimum 15 kg tiap kemasan, atau dikemas dengan keranjang bambu dengan berat sesuai komitmen anatara penjual dan pembeli.
Dibagian luar dari tiap kemasan ditulis, dengan materi yang tidak luntur, terperinci terbaca antara lain:
a) Produksi Indonesia
b) Nama/kode perusahaan/eksportir
c) Nama barang
d) Negara tujuan
e) Berat kotor
f) Berat bersih
g) Nama pembeli
VI. REFERENSI
6.1. Daftar Pustaka
a) Anonim, Mengenal Budidaya Jahe dan Prospek Jahe, Koperasi Daar El-Kutub, Jakarta, 1999
b) ----------, Ekspor Jahe Terbentur Musim, Info Agribisnis Trubus, Nomor. 335 Hal. 32, Juni 1999
c) ----------, Investasi Agribisnis Komoditas Unggulan Tanaman Pangan dan Holtikultura, Kanisius, Yogyakarta, 1999
d) Paimin, FB. Budidaya, Pengolahan, Perdagangan Jahe, Penebar Swadaya, Jakarta, 1999
e) Koswara, S. Jahe dan Hasil Olahannya, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995
f) Santoso, HB. Jahe Gajah, Kanisius, Yogyakarta, 1994
g) Yoganingrum, A.Paket Informasi Teknologi Budidaya dan Pasca Panen, Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah-LIPI, Jakarta, 1999
Anda sekarang membaca artikel Budidaya Tanaman Obat Jahe dengan alamat link https://elpasodemisdias.blogspot.com/2000/06/budidaya-tanaman-obat-jahe.html
Judul : Budidaya Tanaman Obat Jahe
Budidaya Tanaman Obat Jahe
JAHE
( Zingiber Officinale )
I. UMUM
1.1. Sejarah Singkat
Jahe merupakan tumbuhan obat berupa flora rumpun berbatang semu. Jahe (Zingiber Officinale) berasal dari Asia Pasifik yang tersebar dari India hingga Cina. Oleh lantaran itu kedua bangsa ini disebut-sebut sebagai bangsa yang pertama kali memanfaatkan jahe terutama sebagai materi minuman, bumbu masak dan obat-obatan tradisional.
Jahe termasuk dalam suku temu-temuan (Zingiberaceal), se-famili dengan temu-temuan lainnya ibarat temu lawak (Cucuma Xanthorrizha), temu hitam (Cucuma Aeruginosa), kunyit (Cucuma Domestica), kencur (Kaempteria Galanga), lengkuas (Lenguas Galanga) dan lain-lain.
1.2. Sentra Penanaman
Pada dikala ini jahe telah banyak dibudidayakan di Australia, Srilangka, Cina, Mesir, Yunani, India, Indonesia, Jamaika, Jepang, Meksiko, Nigeria, Pakistan. Jahe dari Jamaika mempunyai kualitas tertinggi, sedangkan India merupakan negara produsen jahe terbesar, yaitu lebih dari 50 % dari total produksi jahe dunia.
1.3. Jenis Tanaman
Pengertian jahe di Indonesia yakni batang yang tumbuh dalam tanah yang disebut rimpang. Berdasarkan ukuran, bentuk dan warna rimpangnya jahe sanggup dibagi menjadi 3 kelompok yaitu: Jahe putih besar disebut juga jahe badak, jahe putih kecil dan jahe merah disebut juga jahe sunti.
1.4. Manfaat Tanaman
Rimpang jahe sanggup dipakai sebagai bumbu masak, pemberi aroma dan rasa pada masakan ibarat roti, kue, biskuit, kembang gula dan banyak sekali minuman. Jahe juga sanggup dipakai pada industri obat, minyak wangi, industri jamu tradisional, diolah menjadi asinan jahe, dibentuk acar, lalap, bandrek, sekoteng dan sirup. Dewasa ini para petani cabai memakai jahe sebagai pestisida alami.
Dalam perdagangan jahe dijual dalam bentuk segar, kering, jahe bubuk dan awetan jahe. Disamping itu terdapat hasil olahan jahe seperti: minyak astiri dan koresin yang diperoleh dengan cara penyulingan yang mempunyai kegunaan sebagai materi pencampur dalam minuman beralkohol, es krim, adonan sosis dan lain-lain.
II. SYARAT PERTUMBUHAN
2.1. Iklim
a.Tanaman jahe membutuhkan curah hujan relatif tinggi, yaitu antara 2.500-4.000 mm/tahun.
b.Pada umur 2,5 hingga 7 bulan atau lebih tumbuhan jahe memerlukan sinar matahari. Dengan kata lain penanaman jahe dilakukan di tempat yang terbuka sehingga mendapat sinar matahari sepanjang hari.
c.Suhu udara optimum untuk budidaya tumbuhan jahe antara 20-35 derajat C.
2.2. Media Tanam
a) Tanaman jahe paling cocok ditanam pada tanah yang subur, gembur dan banyak mengandung humus.
b) Tekstur tanah yang baik yakni lempung berpasir, liat berpasir dan tanah laterik.
c) Tanaman jahe sanggup tumbuh pada keasaman tanah (pH) sekitar 4,3-7,4. Tetapi keasaman tanah (pH) optimum untuk jahe gajah yakni 6,8-7,0.
2.3. Ketinggian Tempat
Jahe tumbuh di kawasan tropis dan subtropis dengan ketinggian 0-2.000 m dpl. Tetapi pada umumnya di Indonesia ditanam pada ketinggian 200-600 m dpl.
III. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
3.1. Pembibitan
3.1.1. Persyaratan Bibit
Bibit berkualitas yakni bibit yang memenuhi syarat mutu genetik, mutu fisiologik (persentase tumbuh yang tinggi), dan mutu fisik. Yang dimaksud dengan mutu fisik yakni bibit yang bebas hama dan penyakit. Oleh lantaran itu kriteria yang harus dipenuhi antara lain:
a) Bahan bibit diambil pribadi dari kebun (bukan dari pasar).
b) Dipilih materi bibit dari tumbuhan yang sudah bau tanah (berumur 9-10 bulan).
c) Dipilih pula dari tumbuhan yang sehat dan kulit rimpang tidak terluka atau lecet.
3.1.2. Teknik Penyemaian Bibit
Untuk pertumbuhan tumbuhan yang serentak atau seragam, bibit jangan pribadi ditanam sebaiknya terlebih dahulu dikecambahkan. Penyemaian bibit sanggup dilakukan dengan peti kayu atau dengan bedengan.
a.Penyemaian pada peti kayu
Rimpang jahe yang gres dipanen dijemur sementara (tidak hingga kering), kemudian disimpan sekitar 1-1,5 bulan. Patahkan rimpang tersebut dengan tangan dimana setiap potongan mempunyai 3-5 mata tunas dan dijemur ulang 1/2-1 hari. Selanjutnya potongan bakal bibit tersebut dikemas ke dalam karung beranyaman jarang, kemudian dicelupkan dalam larutan fungisida dan zat pengatur tumbuh sekitar 1 menit kemudian keringkan. Setelah itu dimasukkan kedalam peti kayu. Lakukan cara penyemaian dengan peti kayu sebagai berikut: pada kepingan dasar peti kayu diletakkan bakal bibit selapis, kemudian di atasnya diberi bubuk gosok atau sekam padi, demikian seterusnya sehingga yang paling atas yakni bubuk gosok atau sekam padi tersebut. Setelah 2-4 ahad lagi, bibit jahe tersebut sudah disemai.
b.Penyemaian pada bedengan
Buat rumah penyemaian sederhana ukuran 10 x 8 m untuk menanam bibit 1 ton (kebutuhan jahe gajah seluas 1 ha). Di dalam rumah penyemaian tersebut dibentuk bedengan dari tumpukan jerami setebal 10 cm. Rimpang bakal bibit disusun pada bedengan jerami kemudian ditutup jerami, dan di atasnya diberi rimpang kemudian diberi jerami pula, demikian seterusnya, sehingga didapatkan 4 susunan lapis rimpang dengan kepingan atas berupa jerami. Perawatan bibit pada bedengan sanggup dilakukan dengan penyiraman setiap hari dan sesekali disemprot dengan fungisida. Setelah 2 minggu, biasanya rimpang sudah bertunas. Bila bibit bertunas dipilih semoga tidak terbawa bibit berkualitas rendah. Bibit hasil seleksi itu dipatah-patahkan dengan tangan dan setiap potongan mempunyai 3-5 mata tunas dan beratnya 40-60 gram.
3.1.3. Penyiapan Bibit
Sebelum ditanam, bibit harus dibebaskan dari bahaya penyakit dengan cara bibit tersebut dimasukkan ke dalam karung dan dicelupkan ke dalam larutan fungisida sekitar 8 jam. Kemudian bibit dijemur 2-4 jam, barulah ditanam.
3.2. Pengolahan Media Tanam
3.2.1. Persiapan
Untuk mendapat hasil panen yang optimal harus diperhatikan syarat-syarat tumbuh yang dibutuhkan tumbuhan jahe. Bila keasaman tanah yang ada tidak sesuai dengan keasaman tanah yang dibutuhkan tumbuhan jahe, maka harus ditambah atau dikurangi keasaman dengan kapur.
3.2.2. Pembukaan Lahan
Pengolahan tanah diawali dengan dibajak sedalam kurang lebih dari 30 cm dengan tujuan untuk mendapat kondisi tanah yang gembur atau remah dan membersihkan tumbuhan pengganggu. Setelah itu tanah dibiarkan 2-4 ahad semoga gas-gas beracun menguap serta bibit penyakit dan hama akan mati terkena sinar matahari. Apabila pada pengolahan tanah pertama dirasakan belum juga gembur, maka sanggup dilakukan pengolahan tanah yang kedua sekitar 2-3 ahad sebelum tanam dan sekaligus diberikan pupuk sangkar dengan takaran 1.500-2.500 kg.
3.2.3. Pembentukan Bedeng
Pada daerah-daerah yang kondisi air tanahnya buruk dan sekaligus untuk mencegah terjadinya genangan air, sebaiknya tanah diolah menjadi bedengan-bedengan dengan ukuran tinggi 20-30 cm, lebar 80-100 cm, sedangkan panjangnya diubahsuaikan dengan kondisi lahan.
3.2.4. Pengapuran
Pada tanah dengan pH rendah, sebagian besar unsur-unsur hara didalamnya, terutama fosfor (p) dan calcium (Ca) dalam keadaan tidak tersedia atau sulit diserap. Kondisi tanah yang masam ini sanggup menjadi media perkembangan beberapa cendawan penyebab penyakit fusarium sp dan pythium sp.
Pengapuran juga berfungsi menambah unsur kalium yang sangat diharapkan tumbuhan untuk mengeraskan kepingan tumbuhan yang berkayu, merangsang pembentukan bulu-bulu akar, mempertebal dinding sel buah dan merangsang pembentukan biji.
a) Derajat keasaman < 4 (paling asam): kebutuhan dolomit > 10 ton/ha.
b) Derajat keasaman 5 (asam): kebutuhan dolomit 5.5 ton/ha.
c) Derajat keasaman 6 (agak asam): kebutuhan dolomit 0.8 ton/ha.
3.3. Teknik Penanaman
3.3.1. Penentuan Pola Tanam
Pembudidayaan jahe secara monokultur pada suatu kawasan tertentu memang dinilai cukup rasional, lantaran bisa menunjukkan produksi dan produksi tinggi. Namun di daerah, pembudidayaan tumbuhan jahe secara monokultur kurang sanggup diterima lantaran selalu mengakibatkan kerugian.
Penanaman jahe secara tumpangsari dengan tumbuhan lain mempunyai keuntungan-keuntungan sebagai berikut:
a) Mengurangi kerugian yang disebabkan naik turunnya harga.
b) Menekan biaya kerja, seperti: tenaga kerja pemeliharaan tanaman.
c) Meningkatkan produktivitas lahan.
d) Memperbaiki sifat fisik dan mengawetkan tanah akhir rendahnya pertumbuhan gulma (tanaman pengganggu).
Praktek di lapangan, ada Jahe yang ditumpangsarikan dengan sayur-sayuran, ibarat ketimun, bawang merah, cabai rawit, buncis dan lain-lain. Ada juga yang ditumpangsarikan dengan palawija, ibarat jagung, kacang tanah dan beberapa kacang-kacangan lainnya.
3.3.2. Pembuatan Lubang Tanah
Untuk menghindari pertumbuhan jahe yang jelek, lantaran kondisi air tanah yang buruk, maka sebaiknya tanah diolah menjadi bedengan-bedengan. Selanjutnya buat lubang-lubang kecil atau alur sedalam 3-7,5 cm untuk menanam bibit.
3.3.3. Cara Penanaman
Cara penanaman dilakukan dengan cara melekatkan bibit rimpang secara rebah ke dalam lubang tanam atau alur yang sudah disiapkan. Penanaman jahe sebaiknya dilakukan pada awal isu terkini hujan sekitar bulan September dan Oktober.
3.4. Pemeliharaan Tanaman
3.4.1. Penjarangan dan Penyulaman
Sekitar 2-3 ahad sesudah tanam, hendaknya diadakan untuk melihat rimpang yang mati. Bila demikian harus segera dilaksanakan penyulaman semoga pertumbuhan bibit sulaman itu tidak jauh tertinggal dengan tumbuhan lain, maka sebaiknya dipilih bibit rimpang yang baik serta pemeliharaan yang benar.
3.4.2. Penyiangan
Penyiangan pertama dilakukan ketika tumbuhan jahe berumur 2-4 ahad kemudian dilanjutkan 3-6 ahad sekali. Tergantung pada kondisi tumbuhan pengganggu yang tumbuh. Namun sesudah jahe berumur 6-7 bulan, sebaiknya tidak perlu dilakukan penyiangan lagi, lantaran pada umur tersebut rimpangnya mulai besar.
3.4.3. Pembubunan
Tanaman jahe memerlukan tanah yang peredaran udara dan air sanggup berjalan dengan baik, maka tanah harus digemburkan. Disamping itu tujuan pembubunan untuk menimbun rimpang jahe yang kadang kala muncul ke atas permukaan tanah.
Apabila tumbuhan jahe masih muda, cukup tanah dicangkul tipis di sekeliling rumpun dengan jarak kurang lebih 30 cm. Pada bulan berikutnya sanggup diperdalam dan diperlebar setiap kali pembubunan akan berbentuk gubidan dan sekaligus terbentuk sistem pengairan yang berfungsi untuk menyalurkan kelebihan air.
Pertama kali dilakukan pembumbunan pada waktu tumbuhan jahe berbentuk rumpun yang terdiri atas 3-4 batang semu, umumnya pembubunan dilakukan 2-3 kali selama umur tumbuhan jahe. Namun tergantung kepada kondisi tanah dan banyaknya hujan.
3.4.4. Pemupukan
Selain pupuk dasar (pada awal penanaman), tumbuhan jahe perlu diberi pupuk susulan kedua (pada dikala tumbuhan berumur 2-4 bulan). Pupuk dasar yang dipakai yakni pupuk organik 15-20 ton/ha. Pemupukan tahap kedua dipakai pupuk sangkar dan pupuk buatan (urea 20 gram/pohon; TSP 10 gram/pohon; dan ZK 10 gram/pohon), serta K2O (112 kg/ha) pada tumbuhan yang berumur 4 bulan. Pemupukan juga dilakukan dengan pupuk nitrogen (60 kg/ha), P2O5 (50 kg/ha), dan K2O (75 kg/ha). Pupuk P diberikan pada awal tanam, pupuk N dan K diberikan pada awal tanam (1/3 dosis) dan sisanya (2/3 dosis) diberikan pada dikala tumbuhan berumur 2 bulan dan 4 bulan. Pupuk diberikan dengan ditebarkan secara merata di sekitar tumbuhan atau dalam bentuk alur dan ditanam di sela-sela tanaman.
3.4.5. Pengairan dan Penyiraman
Tanaman Jahe tidak memerlukan air yang terlalu banyak untuk pertumbuhannya, akan tetapi pada awal masa tanam diusahakan penanaman pada awal isu terkini hujan sekitar bulan September;
3.4.6. Waktu Penyemprotan Pestisida
Penyemprotan pestisida sebaiknya dilakukan mulai dari dikala penyimpanan bibit yang untuk disemai dan pada dikala pemeliharaan. Penyemprotan pestisida pada fase pemeliharaan biasanya dicampur dengan pupuk organik cair atau vitamin-vitamin yang mendorong pertumbuhan Jahe.
3.5. Hama dan Penyakit
3.5.1. Hama
Hama yang dijumpai pada tumbuhan jahe adalah:
a) Kepik, menyerang daun tumbuhan hingga berlubang-lubang.
b) Ulat penggesek akar, menyerang akar tumbuhan jahe hingga mengakibatkan tumbuhan jahe menjadi kering dan mati.
c) Kumbang.
3.5.2. Penyakit
a.Penyakit layu bakeri
Gejala: mula-mula helaian daun kepingan bawah melipat dan menggulung kemudian terjadi perubahan warna dari hijau menjadi kuning dan mengering. Kemudian tunas batang menjadi anyir dan alhasil tumbuhan mati rebah. Bila diperhatikan, rimpang yang sakit itu berwarna gelap dan sedikit membusuk, kalau rimpang dipotong akan keluar lendir berwarna putih susu hingga kecoklatan. Penyakit ini menyerang tumbuhan jahe pada umur 3-4 bulan dan yang paling kuat yakni faktor suhu udara yang dingin, genangan air dan kondisi tanah yang terlalu lembab. Pengendalian: (1) jaminan kesehatan bibit jahe; (2) karantina tumbuhan jahe yang terkena penyakit; (3) pengendalian dengan pengolahan tanah yang baik; (4) pengendalian fungisida dithane M-45 (0,25%), Bavistin (0,25%)
b.Penyakit anyir rimpang
Penyakit ini sanggup masuk ke bibit rimpang jahe melalui lukanya. Ia akan tumbuh dengan baik pada suhu udara 20-25 derajat C dan terus berkembang alhasil mengakibatkan rimpang menjadi busuk. Gejala: daun kepingan bawah yang bermetamorfosis kuning kemudian layu dan alhasil tumbuhan mati. Pengendalian: (1) penggunaan bibit yang sehat; (2) penerapan pola tanam yang baik; (3) penggunaan fungisida.
c.Penyakit bercak daun
Penyakit ini sanggup menular dengan sumbangan angin, akan masuk melalui luka maupun tanpa luka. Gejala: pada daun yang bercak-bercak berukuran 3-5 mm, selanjutnya bercak-bercak itu berwarna abu-abu dan ditengahnya terdapat bintik-bintik berwarna hitam, sedangkan pinggirnya anyir basah. Tanaman yang terjangkit bisa mati. Pengendalian: baik tindakan pencegahan maupun penyemprotan penyakit bercak daun sama halnya dengan cara-cara yang dijelaskan di atas.
3.6. Panen
3.6.1. Ciri dan Umur Panen
Pemanenan dilakukan tergantung dari penggunaan jahe itu sendiri. Bila kebutuhan untuk bumbu penyedap masakan, maka tumbuhan jahe sudah bisa ditanam pada umur kurang lebih 4 bulan dengan cara mematahkan sebagian rimpang dan sisanya dibiarkan hingga tua.
Apabila jahe untuk dipasarkan maka jahe dipanen sesudah cukup tua. Umur tumbuhan jahe yang sudah bisa dipanen antara 10-12 bulan, dengan ciri-ciri warna daun berubah dari hijau menjadi kuning dan batang semua mengering. Misal tumbuhan jahe gajah akan mengering pada umur 8 bulan dan akan berlangsung selama 15 hari atau lebih.
3.6.2. Cara Panen
Cara panen yang baik, tanah dibongkar dengan hati-hati memakai alat garpu atau cangkul, diusahakan jangan hingga rimpang jahe terluka. Selanjutnya tanah dan kotoran lainnya yang menempel pada rimpang dibersihkan dan bila perlu dicuci. Sesudah itu jahe dijemur di atas papan atau daun pisang kira-kira selama 1 minggu. Tempat penyimpanan harus terbuka, tidak lembab dan penumpukannya jangan terlalu tinggi melainkan agak disebar.
3.6.3. Prakiraan Produksi
Produksi rimpang segar untuk klon jahe gajah berkisar antara 15-25 ton/hektar, sedangkan untuk klon jahe emprit atau jahe sunti berkisar antara 10-15 ton/hektar.
3.7. Pascapanen
3.7.1. Penyortiran dan Penggolongan
Rimpang kemudian dipilih (sortasi) menurut ukuran panjang, lebar, besar dan kecil untuk memisahkan materi yang berkualitas rendah (rusak) dengan yang baik (seragam). Sortasi pada kunyit dilakukan melalui dua tahap, yaitu sortasi berair dan kering. Sortasi berair dilakukan pada materi segar untuk memisahkan bahan-bahan dari kotoran berupa tanah, sisa tanaman, dan gulma yang dimungkinkan mencemari materi hasil panen. Sortasi kering dilakukan pada materi yang telah mengalami pengeringan guna memisahkan bahan-bahan dari benda-benda asing, ibarat kerikil, tanah dan kotoran-kotoran lain. Setelah bersih, rimpang dikumpulkan dalam wadah berupa karung untuk memudahkan pengangkutan dan mempertahankan kebersihan rimpang hasil panen selama pengangkutan.
3.7.2. Penyimpanan
Rimpang disimpan dalam gudang yang mempunyai ventilasi baik dan lancar, tidak bocor, terhindar dari kontaminasi materi lain yang menurunkan kualitas materi yang bersangkutan, mempunyai penerangan yang cukup, serta higienis dan terbebas dari hama gudang. Untuk mencegah timbul hama gudang ibarat rayap, dilakukan dengan mengoleskan oli bekas pada lantai gudang. Setelah oli itu kering gres dipasang alas dari kayu, untuk meletakkan jahe yang telah dimasukkan dalam karung. Upaya yang dilakukan untuk menghindari serangan hama/cendawan yaitu dengan melaksanakan penyemprotan insektisida/fumigasi sebelum gudang digunakan.
3.7.3. Pengemasan
Rimpang selanjutnya dikemas dalam karung/plastik atau materi yang kedap udara.
IV. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN
4.1 Analisis Usaha Budidaya
Perkiraan analisis perjuangan budidaya jahe seluas 1 ha; yang dilakukan petani pada tahun 1999 di kawasan Bogor.
| Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. | 3.400.000,- 181.500,- 288.000,- 256.000,- 750.000,- 300.000,- 180.000,- 3.000.000,- 2.000.000,- 1.000.000,- 11.355.500,- 15.000.000,- 3.644.500,- = 1,321 |
4.2. Gambaran Peluang Agribisnis
Saat ini seruan akan jahe oleh negara importir terus mengalami peningkatan, akan tetapi seruan tersebut belum semuanya sanggup dipenuhi mengingat produksi jahe masih terserap oleh kebutuhan dalam negeri. Dilihat dari segi harga, dari tahun 1991 hingga dikala ini fluktuasi harga jahe berair maupun kering boleh dikatakan stabil. Dilihat dari segi permintaan, stabilitas harga serta produksi jahe dalam negeri prosepek agrobisnis jahe sangat cerah.
V. STANDAR PRODUKSI
5.1. Ruang Lingkup
Standar mencakup jenis dan standar mutu, cara pengambilan teladan dan syarat pengemasan.
5.2. Diskripsi
Standar mutu jahe di Indonesia tercantum dalam Standar Nasional Indonesia SNI-01-3179-1992.
5.3. Klasifikasi dan Standar Mutu
Jahe diklasifikasikan menjadi 3 jenis mutu, yaitu: mutu I, II, III.
a.Syarat umum
1.Kesegaran jahe: segar
2.Rimpang bertunas: tidak ada
3.Kenampakan irisan melintang: cerah
4.Bentuk rimpang: utuh
5.Serangga hidup: bebas
b.b) Syarat Khusus
1.Ukuran berat: mutu I ³ 250 gram/rimpang; mutu II 150-249 gram/rimpang; mutu III dicantumkan sesuai hasil analisa.
2.Rimpang yang terkelupas kulitnya (rimpang/jumlah rimpang): mutu I=0 %; mutu II=0 %; mutu III<10 p="p">3.Benda asing: mutu I=0 %; mutu II=0 %; mutu III<3 p="p">4.Rimpang berkapang (rimpang/jumlah rimpang): mutu I=0%;mutu II=0%; mutu III<10 nbsp="nbsp" p="p">
Untuk mendapat jenis jahe yang sesuai dengan standar mutu dilakukan pengujian,yang meliputi:
a.Penentuan benda-benda asing
Timbanglah sejumlah teladan yang beratnya diantara 100-200 gram. Pisahkan benda-benda yang akan ditentukan persentase bobotnya dan dipindahkan pada beling arloji yang telah ditera. Kaca arloji beserta benda gila tersebut ditimbang pada neraca analitik. Perbedaan kedua penimbang tersebut membuktikan jumlah benda gila dalam cuplikan yang diuji.
b.Penentuan kadar serat
Keringkan kira-kira 5 gram cuplikan untuk pengujian didalam sebuah panggangan udara listrik 105 ± 1 derajat C, hingga berat tetap. Timbanglah dengan teliti kira-kira 2,5 gram materi yang telah dikeringkan itu ke dalam sebuah thimble dan ekstraklah dengan petroleum eter (titik didih 40-60 derajat C) selama kira-kira 1 jam dengan memakai sebuah alat soxhlet. Pindahkan materi yang telah bebas lemak tersebut kedalam sebuah labu berkapasitas 1 liter. Ambillah 200 ml asam sulfat encer, tempatkanlah dalam sebuah gelas piala, didihkanlaah seluruh asam yang mendidih itu kedalam labu yang telah berisi materi bebas lemak tersebut di atas. Lengkapilah segera labu itu dengan pendingin balik yang dialiri air, dan panaskanlah sedemikian rupa sehingga labu mendidih sesudah satu menit.
Goyang-goyanglah labu agak sering sambil menghindari tertinggalnya materi pada dinding labu yang tak bersentuhan dengan asam. Lanjutkanlah pendidihan selama sempurna 30 menit. Tanggalkanlah labu dan saringlah melalui kain halus (kira-kira 18 serat untuk setiap sentimeter) yang ditempatkan dalam sebuah corong penyaring dan cucilah dengan air mendidih hingga cucian tidak lagi bersifat asam terhadap lakmus. Didihkanlah sejumlah larutan natrium hidroksida dengan memakai pendingin balik dan didihkanlah selama sempurna 30 menit. Tanggalkanlah labu itu dan saringlah dengan segera dengan kain penyaring. Cucilah residum dengan baik dengan iar mendidih dan pindahkanlah kedalam krus gooch yang telah berisi lapisan tipis dan kompak asbes yang telah dipijarkan.
Cucilah residu dengan baik pertama-tama dengan air panas kemudian dengan kira-kira 15 ml etil alkohol 95%. Keringkanlah Krus Gooch dan isinya pada 105 ± 1 derajat C dalam panggangan udara hingga berat tetap. Dinginkan dan timbanglah. Pijarkan Krus Gooch tersebut pada 600 ± 20 derajat C dalam tanur suhu udara tinggi hingga seluruh materi menngandung karbon terbakar. Dinginkanlah Krus Gooch yang berisi bubuk tersebut dalam sebuah eksikator dan timbanglah.
c.Penentuan kadar minyak
1.Timbanglah dengan teliti, mendekati 1 gram, kira-kira 35-40 gram cuplikan yang telah dipotong kecil-kecil sebelum dimasukan kedalam labu didih.
2.Tambahkanlah air hingga seluruh cuplikan tersebut terendam dan tambahkan pula ke dalamnya sejumlah kerikil didih.
3.Sambunglah labu didih dengan alat "Dean-Stark" sehingga sanggup dipakai untuk pekerjaan destilasi dan panaskanlah labu didih tersebut beserta isinya.
Penyulingan tidak boleh bila tidak ada lagi butir-butir minyak yang menetes bahu-membahu air atau bila volume minyak dalam penampung tidak berubah dalam beberapa waktu.
Biasanya penyulingan ini memerlukan waktu lebih kurang 6 jam. Rendamlah penampung beserta isinya kedalam air sehingga cairan didalamnya mencapai suhu udara kamar dan ukurlah volume minyak yang tertampung.
5.4. Pengambilan Contoh
a.Pengambilan contoh
Dari jumlah kemasan dalam satu partai jahe segar siap ekspor diambil sejumlah kemasan secara acak ibarat dibawah ini, dengan maksimum berat tiap partai 20 ton.
1.Untuk jumlah kemasan dalam partai 1-100, teladan yang diambil 5.
2.Untuk jumlah kemasan dalam partai 101-300, teladan yang diambil 7
3.Untuk jumlah kemasan dalam partai 301-500, teladan yang diambil 9
4.Untuk jumlah kemasan dalam partai 501-1000, teladan yang diambil 10
5.Untuk jumlah kemasan dalam partai di atas 1000, teladan yang diambil minimum 15
Kemasan yang telah diambil, dituangkan isinya, kemudian diambil secara acak sebanyak 10 rimpang dari tiap kemasan sebagai contoh. Khusus untuk kemasan jahe segar berat 10 kg atau kurang, maka teladan yang diambil sebanyak 5 rimpang. Contoh yang telah diambil kemudian diuji untuk ditentukan mutunya.
b.Petugas pengambil contoh
Petugas pengambil teladan harus memenuhi syarat yaitu orang yang telah berpengalaman atau dilatih terlebih dahulu dan mempunyai ikatan dengan suatu tubuh hukum.
5.5. Pengemasan
Jahe segar disajikan dalam bentuk rimpang utuh, dikemas dengan jala plastik yang kuat, dengan berat maksimum 15 kg tiap kemasan, atau dikemas dengan keranjang bambu dengan berat sesuai komitmen anatara penjual dan pembeli.
Dibagian luar dari tiap kemasan ditulis, dengan materi yang tidak luntur, terperinci terbaca antara lain:
a) Produksi Indonesia
b) Nama/kode perusahaan/eksportir
c) Nama barang
d) Negara tujuan
e) Berat kotor
f) Berat bersih
g) Nama pembeli
VI. REFERENSI
6.1. Daftar Pustaka
a) Anonim, Mengenal Budidaya Jahe dan Prospek Jahe, Koperasi Daar El-Kutub, Jakarta, 1999
b) ----------, Ekspor Jahe Terbentur Musim, Info Agribisnis Trubus, Nomor. 335 Hal. 32, Juni 1999
c) ----------, Investasi Agribisnis Komoditas Unggulan Tanaman Pangan dan Holtikultura, Kanisius, Yogyakarta, 1999
d) Paimin, FB. Budidaya, Pengolahan, Perdagangan Jahe, Penebar Swadaya, Jakarta, 1999
e) Koswara, S. Jahe dan Hasil Olahannya, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995
f) Santoso, HB. Jahe Gajah, Kanisius, Yogyakarta, 1994
g) Yoganingrum, A.Paket Informasi Teknologi Budidaya dan Pasca Panen, Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah-LIPI, Jakarta, 1999
Demikianlah Artikel Budidaya Tanaman Obat Jahe
Sekianlah artikel Budidaya Tanaman Obat Jahe kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Budidaya Tanaman Obat Jahe dengan alamat link https://elpasodemisdias.blogspot.com/2000/06/budidaya-tanaman-obat-jahe.html