Budidaya Tanaman Pangan Jagung

Budidaya Tanaman Pangan Jagung - Hallo sahabat elpasodemisdias, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Budidaya Tanaman Pangan Jagung, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Budidaya Tanaman Pangan, Artikel Pertanian All, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Budidaya Tanaman Pangan Jagung
link : Budidaya Tanaman Pangan Jagung

Baca juga


Budidaya Tanaman Pangan Jagung

Jagung
( Zea mays L. )

I. UMUM
1.1. Sejarah Singkat
Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tumbuhan pangan biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan. Berasal dari Amerika yang tersebar ke Asia dan Afrika melalui acara bisnis orang-orang Eropa ke Amerika. Sekitar era ke-16 orang Portugal menyebarluaskannya ke Asia termasuk Indonesia. Orang Belanda menamakannya mais dan orang Inggris menamakannya corn.

1.2. Sentra Penanaman
Di Indonesia, daerah-daerah penghasil utama tumbuhan jagung yaitu Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Madura, D.I. Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan Maluku. Khusus di Daerah Jawa Timur dan Madura, budidaya tumbuhan jagung dilakukan secara intensif lantaran kondisi tanah dan iklimnya sangat mendukung untuk pertumbuhannya.

1.3. Jenis
Sistimatika tumbuhan jagung yaitu sebagai berikut:
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisio : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Sub Divisio : Angiospermae (berbiji tertutup)
Classis : Monocotyledone (berkeping satu)
Ordo : Graminae (rumput-rumputan)
Familia : Graminaceae
Genus : Zea
Species : Zea mays L.

Jenis jagung sanggup dikelompokkan berdasarkan umur dan bentuk biji.
a. Menurut umur, dibagi menjadi 3 golongan:
1. Berumur pendek (genjah): 75-90 hari, contoh: Genjah Warangan, Genjah Kertas, Abimanyu dan Arjuna.
2. Berumur sedang (tengahan): 90-120 hari, contoh: Hibrida C 1, Hibrida CP 1 dan CPI 2, Hibrida IPB 4, Hibrida Pioneer 2, Malin,Metro dan Pandu.
3. Berumur panjang: lebih dari 120 hari, contoh: Kania Putih, Bastar, Kuning, Bima dan Harapan.

b. Menurut bentuk biji, dibagi menjadi 7 golongan:
1. Dent Corn
2. Flint Corn
3. Sweet Corn
4. Pop Corn
5. Flour Corn
6. Pod Corn
7. Waxy Corn

Varietas unggul mempunyai sifat: berproduksi tinggi, umur pendek, tahan serangan penyakit utama dan sifat-sifat lain yang menguntungkan. Varietas unggul ini sanggup dibedakan menjadi dua, yaitu: jagung bibit unggul dan varietas jagung bersari bebas.

Nama beberapa varietas jagung yang dikenal antara lain: Abimanyu, Arjuna, Bromo, Bastar Kuning, Bima, Genjah Kertas, Harapan, Harapan Baru, Hibrida C 1 (Hibrida Cargil 1), Hibrida IPB 4, Kalingga, Kania Putih, Malin, Metro, Nakula, Pandu, Parikesit, Permadi, Sadewa, Wiyasa, Bogor Composite-2.

1.4. Manfaat
Tanaman jagung sangat bermanfaat bagi kehidupan insan dan hewan. Di Indonesia, jagung merupakan komoditi tumbuhan pangan kedua terpenting setelah padi. Di Daerah Madura, jagung banyak dimanfaatkan sebagai kuliner pokok.

Akhir-akhir ini tumbuhan jagung semakin meningkat penggunaannya. Tanaman jagung banyak sekali gunanya, lantaran hampir seluruh pecahan tumbuhan sanggup dimanfaatkan untuk aneka macam macam keperluan antara lain:
a. Batang dan daun muda: pakan ternak
b. Batang dan daun renta (setelah panen): pupuk hijau atau kompos
c. Batang dan daun kering: kayu bakar
d. Batang jagung: lanjaran (turus)
e. Batang jagung: pulp (bahan kertas)
f. Buah jagung muda (putren, Jw): sayuran, bergedel, bakwan, sambel goreng
g. Biji jagung tua: pengganti nasi, marning, brondong, roti jagung, tepung, bihun, materi adonan kopi bubuk, biskuit, camilan anggun kering, pakan ternak, materi baku industri bir, industri farmasi, dextrin, perekat, industri textil.

II. SYARAT PERTUMBUHAN
Tanaman jagung berasal dari tempat tropis yang sanggup beradaptasi dengan lingkungan di luar tempat tersebut. Jagung tidak menuntut persyaratan lingkungan yang terlalu ketat, sanggup tumbuh pada aneka macam macam tanah bahkan pada kondisi tanah yang agak kering. Tetapi untuk pertumbuhan optimalnya, jagung menghendaki beberapa persyaratan.

2.1. Iklim
a. Iklim yang dikehendaki oleh tumbuhan jagung yaitu daerah-daerah beriklim sedang hingga tempat beriklim sub-tropis/tropis yang basah. Jagung sanggup tumbuh di tempat yang terletak antara 0-50 derajat LU hingga 0-40 derajat LS.
b. Pada lahan yang tidak beririgasi, pertumbuhan tumbuhan ini memerlukan curah hujan ideal sekitar 85-200 mm/bulan dan harus merata. Pada fase pembungaan dan pengisian biji tumbuhan jagung perlu mendapat cukup air. Sebaiknya jagung ditanam diawal trend hujan, dan menjelang trend kemarau.
c. Pertumbuhan tumbuhan jagung sangat membutuhkan sinar matahari. Tanaman jagung yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat dan menawarkan hasil biji yang kurang baik bahkan tidak sanggup membentuk buah.
d. Suhu yang dikehendaki tumbuhan jagung antara 21-34 derajat C, akan tetapi bagi pertumbuhan tumbuhan yang ideal memerlukan suhu optimum antara 23-27 derajat C. Pada proses perkecambahan benih jagung memerlukan suhu yang cocok sekitar 30 derajat C.
e. Saat panen jagung yang jatuh pada trend kemarau akan lebih baik daripada trend hujan, lantaran besar lengan berkuasa terhadap waktu pemasakan biji dan pengeringan hasil.

2.2. Media Tanam
a. Jagung tidak memerlukan persyaratan tanah yang khusus. Agar supaya sanggup tumbuh optimal tanah harus gembur, subur dan kaya humus.
b. Jenis tanah yang sanggup ditanami jagung antara lain: andosol (berasal dari gunung berapi), latosol, grumosol, tanah berpasir. Pada tanah-tanah dengan tekstur berat (grumosol) masih sanggup ditanami jagung dengan hasil yang baik dengan pengolahan tanah secara baik. Sedangkan untuk tanah dengan tekstur lempung/liat (latosol) berdebu yaitu yang terbaik untuk pertumbuhannya.
c. Keasaman tanah bersahabat hubungannya dengan ketersediaan unsur-unsur hara tanaman. Keasaman tanah yang baik bagi pertumbuhan tumbuhan jagung yaitu pH antara 5,6-7,5.
d. Tanaman jagung membutuhkan tanah dengan aerasi dan ketersediaan air dalam kondisi baik.
e. Tanah dengan kemiringan kurang dari 8 % sanggup ditanami jagung, lantaran disana kemungkinan terjadinya pengikisan tanah sangat kecil. Sedangkan tempat dengan tingkat kemiringan lebih dari 8 %, sebaiknya dilakukan pembentukan teras dahulu.

2.3. Ketinggian Tempat
Jagung sanggup ditanam di Indonesia mulai dari dataran rendah hingga di tempat pegunungan yang mempunyai ketinggian antara 1000-1800 m dpl. Daerah dengan ketinggian antara 0-600 m dpl merupakan ketinggian yang optimum bagi pertumbuhan tumbuhan jagung.

III. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
3.1. Pembibitan
3.1.1. Persyaratan Benih
Benih yang akan digunakan sebaiknya bermutu tinggi, baik mutu genetik, fisik maupun fisiologinya. Berasal dari varietas unggul (daya tumbuh besar, tidak tercampur benih/varietas lain, tidak mengandung kotoran, tidak terkontaminasi hama dan penyakit). Benih yang demikian sanggup diperoleh bila memakai benih bersertifikat. Pada umumnya benih yang dibutuhkan sangat bergantung pada kesehatan benih, kemurnian benih dan daya tumbuh benih.

Penggunaan benih jagung bibit unggul biasanya akan menghasilkan produksi yang lebih tinggi. Tetapi harga benihnya yang lebih mahal dan hanya sanggup digunakan maksimal 2 kali turunan dan tersedia dalam jumlah terbatas. Beberapa varietas unggul jagung untuk dipilih sebagai benih adalah: Hibrida C 1, Hibrida C 2, Hibrida Pioneer 1, Pioneer 2, IPB 4, CPI-1, Kaliangga, Wiyasa, Arjuna, Baster kuning, Kania Putih, Metro, Harapan, Bima, Permadi, Bogor Composite, Parikesit, Sadewa, Nakula. Selain itu, jenis-jenis unggul yang belum usang dikembangkan adalah: CPI-2, BISI-1, BISI-2, P-3, P-4, P-5, C-3, Semar 1 dan Semar 2 (semuanya jenis Hibrida).

3.1.2. Penyiapan Benih
Benih sanggup diperoleh dari penanaman sendiri yang dipilih dari beberapa tumbuhan jagung yang sehat pertumbuhannya. Dari tumbuhan terpilih, diambil yang tongkolnya besar, barisan biji lurus dan penuh tertutup rapat oleh klobot, dan tidak terjangkit oleh hama penyakit. Tongkol dipetik pada ketika lewat fase matang fisiologi dengan ciri: biji sudah mengeras dan sebagian besar daun menguning. Tongkol dikupas dan dikeringkan hingga kering betul. Apabila benih akan disimpan dalam jangka lama, setelah dikeringkan tongkol dibungkus dan disimpan dan disimpan di tempat kering. Dari tongkol yang sudah kering, diambil biji pecahan tengah sebagai benih. Biji yang terdapat di pecahan ujung dan pangkal tidak digunakan sebagai benih. Daya tumbuh benih harus lebih dari 90%, kalau kurang dari itu sebaiknya benih diganti. Benih yang dibutuhkan yaitu sebanyak 20-30 kg/ha.

3.1.3. Pemindahan Benih
Sebelum benih ditanam, sebaiknya dicampur dulu dengan fungisida menyerupai Benlate untuk menangkal serangan jamur. Sedangkan bila diduga akan ada serangan lalat bibit dan ulat agrotis, sebaiknya benih dimasukkan ke dalam lubang bantu-membantu dengan insektisida butiran dan sistemik menyerupai Furadan 3 G.

3.2. Pengolahan Media Tanam
3.2.1. Persiapan
Dilakukan dengan cara membalik tanah dan memecah bongkah tanah semoga diperoleh tanah yang gembur untuk memperbaiki aerasi. Tanah yang akan ditanami (calon tempat barisan tanaman) dicangkul sedalam 15-20 cm, kemudian diratakan. Tanah yang keras memerlukan pengolahan yang lebih banyak. Pertama-tama tanah dicangkul/dibajak kemudian dihaluskan dan diratakan.
3.2.2. Pembukaan Lahan
Pengolahan lahan diawali dengan membersihkan lahan dari sisa sisa tumbuhan sebelumnya. Bila perlu sisa tumbuhan yang cukup banyak dibakar, abunya dikembalikan ke dalam tanah, kemudian dilanjutkan dengan pencangkulan dan pengolahan tanah dengan bajak.

3.2.3. Pembentukan Bedengan
Setelah tanah diolah, setiap 3 meter dibentuk kanal drainase sepanjang barisan tanaman. Lebar kanal 25-30 cm dengan kedalaman 20 cm. Saluran ini dibentuk terutama pada tanah yang drainasenya jelek.

3.2.4. Pengapuran
Di tempat dengan pH kurang dari 5, tanah harus dikapur. Jumlah kapur yang diberikan berkisar antara 1-3 ton yang diberikan tiap 2-3 tahun. Pemberian dilakukan dengan cara menyebar kapur secara merata atau pada barisan tanaman, sekitar 1 bulan sebelum tanam. Dapat pula digunakan takaran 300 kg/ha per trend tanam dengan cara disebar pada barisan tanaman.

3.2.5. Pemupukan
Apabila tanah yang akan ditanami tidak menjamin ketersediaan hara yang cukup maka harus dilakukan pemupukan. Dosis pupuk yang dibutuhkan tumbuhan sangat bergantung pada kesuburan tanah dan diberikan secara bertahap. Anjuran takaran rata-rata adalah: Urea=200-300 kg/ha, TSP=75-100 kg/ha dan KCl=50-100 kg/ha. Adapun cara dan takaran pemupukan untuk setiap hektar:
a. Pemupukan dasar: 1/3 pecahan pupuk Urea dan 1 pecahan pupuk TSP diberikan ketika tanam, 7 cm di parit kiri dan kanan lubang tanam sedalam 5 cm kemudian ditutup tanah;
b. Susulan I: 1/3 pecahan pupuk Urea ditambah 1/3 pecahan pupuk KCl diberikan setelah tumbuhan berumur 30 hari, 15 cm di parit kiri dan kanan lubang tanam sedalam 10 cm kemudian di tutup tanah;
c. Susulan II: 1/3 pecahan pupuk Urea diberikan ketika tumbuhan berumur 45 hari.

3.3. Teknik Penanaman
3.3.1. Penentuan Pola Tanaman
Pola tanam di tempat tropis menyerupai di Indonesia, biasanya disusun selama 1 tahun dengan memperhatikan curah hujan (terutama pada daerah/lahan yang sepenuhnya tergantung dari hujan. Beberapa pola tanam yang biasa diterapkan yaitu sebagai berikut:
a. Tumpang sari (intercropping), melaksanakan penanaman lebih dari 1 tumbuhan (umur sama atau berbeda). Contoh: tumpang sari sama umur menyerupai jagung dan kedelai; tumpang sari beda umur menyerupai jagung, ketela pohon, padi gogo.
b. Tumpang gilir (Multiple Cropping), dilakukan secara beruntun sepanjang tahun dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain untuk mendapat laba maksimum. Contoh: jagung muda, padi gogo, kacang tanah, ubi kayu.

c. Tanaman Bersisipan (Relay Cropping): pola tanam dengan cara menyisipkan satu atau beberapa jenis tumbuhan selain tumbuhan pokok (dalam waktu tanam yang bersamaan atau waktu yang berbeda). Contoh: jagung disisipkan kacang tanah, waktu jagung menjelang panen disisipkan kacang panjang.

d. Tanaman Campuran (Mixed Cropping): penanaman terdiri atas beberapa tumbuhan dan tumbuh tanpa diatur jarak tanam maupun larikannya, semua tercampur jadi satu Lahan efisien, tetapi riskan terhadap ancaman hama dan penyakit. Contoh: tumbuhan adonan menyerupai jagung, kedelai, ubi kayu.

3.3.2. Pembuatan Lubang Tanam
Lubang tanam dibentuk dengan alat tugal. Kedalaman lubang perlu di perhatikan semoga benih tidak terhambat pertumbuhannya. Kedalaman lubang tanam antara: 3-5 cm, dan tiap lubang hanya diisi 1 butir benih.
Jarak tanam jagung diadaptasi dengan umur panennya, semakin panjang umurnya, tumbuhan akan semakin tinggi dan memerlukan tempat yang lebih luas. Jagung berumur dalam/panjang dengan waktu panen ³ 100 hari semenjak penanaman, jarak tanamnya dibentuk 40x100 cm (2 tumbuhan /lubang). Jagung berumur sedang (panen 80-100 hari), jarak tanamnya 25x75 cm (1 tanaman/lubang). Sedangkan jagung berumur pendek (panen < 80 hari), jarak tanamnya 20x50 cm (1 tanaman/lubang). Kedalaman lubang tanam yaitu antara 3-5 cm.

3.3.3. Cara Penanaman.
Pada jarak tanam 75 x 25 cm setiap lubang ditanam satu tanaman. Dapat juga digunakan jarak tanam 75 x 50 cm, setiap lubang ditanam dua tanaman.
Tanaman ini tidak sanggup tumbuh dengan baik pada ketika air kurang atau ketika air berlebihan. Pada waktu trend penghujan atau waktu trend hujan hampir berakhir, benih jagung ini sanggup ditanam. Tetapi air hendaknya cukup tersedia selama pertumbuhan tumbuhan jagung. Pada ketika penanaman sebaiknya tanah dalam keadaan lembab dan tidak tergenang. Apabila tanah kering, perlu diairi dahulu, kecuali bila diduga 1-2 hari lagi hujan akan turun. Pembuatan lubang tumbuhan dan penanaman biasanya memerlukan 4 orang (2 orang menciptakan lubang, 1 orang memasukkan benih, 1 orang lagi memasukkan pupuk dasar dan menutup lubang). Jumlah benih yang dimasukkan per lubang tergantung yang dikehendaki, bila dikehendaki 2 tumbuhan per lubang maka benih yang dimasukkan 3 biji per lubang, bila dikehendaki 1 tumbuhan per lubang, maka benih yang dimasukkan 2 butir benih per lubang.

3.3.4. Lain-lain
Di lahan sawah irigasi, jagung biasanya ditanam pada trend kemarau. Di sawah tadah hujan, ditanam pada selesai trend hujan. Di lahan kering ditanam pada awal trend hujan dan selesai trend hujan.

3.4. Pemeliharaan
3.4.1. Penjarangan dan Penyulaman
Dengan penjarangan maka sanggup ditentukan jumlah tumbuhan per lubang sesuai dengan yang dikehendaki. Apabila dalam 1 lubang tumbuh 3 tanaman, sedangkan yang dikehendaki hanya 2 atau 1, maka tumbuhan tersebut harus dikurangi. Tanaman yang tumbuhnya paling tidak baik, dipotong dengan pisau atau gunting yang tajam sempurna di atas permukaan tanah. Pencabutan tumbuhan secara eksklusif dilarang dilakukan, lantaran akan melukai akar tumbuhan lain yang akan dibiarkan tumbuh. Penyulaman bertujuan untuk mengganti benih yang tidak tumbuh/mati. Kegiatan ini dilakukan 7-10 hari setelah tanam. Jumlah dan jenis benih serta perlakuan dalam penyulaman sama dengan sewaktu penanaman. Penyulaman hendaknya memakai benih dari jenis yang sama. Waktu penyulaman paling lambat dua ahad setelah tanam.

3.4.2. Penyiangan
Penyiangan bertujuan untuk membersihkan lahan dari tumbuhan pengganggu (gulma). Penyiangan dilakukan 2 ahad sekali. Penyiangan pada tumbuhan jagung yang masih muda biasanya dengan tangan atau cangkul kecil, garpu dan sebagainya. Yang penting dalam penyiangan ini tidak mengganggu perakaran tumbuhan yang pada umur tersebut masih belum cukup kuat mencengkeram tanah. Hal ini biasanya dilakukan setelah tumbuhan berumur 15 hari.

3.4.3. Pembumbunan
Pembumbunan dilakukan bersamaan dengan penyiangan dan bertujuan untuk memperkokoh posisi batang, sehingga tumbuhan tidak gampang rebah. Selain itu juga untuk menutup akar yang bermunculan di atas permukaan tanah lantaran adanya aerasi. Kegiatan ini dilakukan pada ketika tumbuhan berumur 6 minggu, bersamaan dengan waktu pemupukan. Caranya, tanah di sebelah kanan dan kiri barisan tumbuhan diuruk dengan cangkul, kemudian ditimbun di barisan tanaman. Dengan cara ini akan terbentuk guludan yang memanjang. Untuk efisiensi tenaga biasanya pembubunan dilakukan bersama dengan penyiangan kedua yaitu setelah tumbuhan berumur 1 bulan.

3.4.4. Pemupukan
Dosis pemupukan jagung untuk setiap hektarnya yaitu pupuk Urea sebanyak 200-300 kg, pupuk TSP/SP 36 sebanyak 75-100 kg, dan pupuk KCl sebanyak 50-100 kg. Pemupukan sanggup dilakukan dalam tiga tahap. Pada tahap pertama (pupuk dasar), pupuk diberikan bersamaan dengan waktu tanam. Pada tahap kedua (pupuk susulan I), pupuk diberikan setelah tumbuhan jagung berumur 3-4 ahad setelah tanam. Pada tahap ketiga (pupuk susulan II), pupuk diberikan setelah tumbuhan jagung berumur 8 ahad atau setelah malai keluar.

3.4.5. Pengairan dan Penyiraman
Setelah benih ditanam, dilakukan penyiraman secukupnya, kecuali bila tanah telah lembab. Pengairan berikutnya diberikan secukupnya dengan tujuan menjaga semoga tumbuhan tidak layu. Namun menjelang tumbuhan berbunga, air yang dibutuhkan lebih besar sehingga perlu dialirkan air pada parit-parit di antara bumbunan tumbuhan jagung.

3.4.6. Waktu Penyemprotan Pestisida
Penggunaan pestisida hanya diperkenankan setelah terlihat adanya hama yang sanggup membahayakan proses produksi jagung. Adapun pestisida yang digunakan yaitu pestisida yang digunakan untuk mengendalikan ulat. Pelaksanaan penyemprotan hendaknya menunjukkan kelestarian musuh alami dan tingkat populasi hama yang menyerang, sehingga perlakuan ini akan lebih efisien.

3.5. Hama dan Penyakit
3.5.1. Hama
a. Lalat bibit (Atherigona exigua Stein)
Gejala: daun berubah warna menjadi kekuning-kuningan; di sekitar bekas gigitan atau pecahan yang terjangkit mengalami pembusukan, akhirnya tumbuhan menjadi layu, pertumbuhan tumbuhan menjadi kerdil atau mati. Penyebab: lalat bibit dengan ciri-ciri warna lalat abu-abu, warna punggung kuning kehijauan dab bergaris, warna perut coklat kekuningan, warna telur putih mutiara, dan panjang lalat 3-3,5 mm. Pengendalian: (1) penanaman serentak dan penerapan pergiliran tumbuhan akan sangat membantu memutus siklus hidup lalat bibit, terutama setelah selesai panen jagung; (2) tumbuhan yang terjangkit lalat bibit harus segera dicabut dan dimusnahkan, semoga hama tidak menyebar; (3) kebersihan di sekitar areal penanaman hendaklah dijaga dan selalu diperhatikan terutama terhadap tumbuhan inang yang sekaligus sebagai gulma; (4) pengendalian secara kimiawi insektisida yang sanggup digunakan antara lain: Dursban 20 EC, Hostathion 40 EC, Larvin 74 WP, Marshal 25 ST, Miral 26 dan Promet 40 SD sedangkan takaran penggunaan sanggup mengikuti hukum pakai.

b. Ulat pemotong
Gejala: tumbuhan jagung yang terjangkit biasanya terpotong beberapa cm diatas permukaan tanah yang ditandai dengan adanya bekas gigitan pada batangnya, jadinya tumbuhan jagung yang masih muda itu roboh di atas tanah. Penyebab: beberapa jenis ulat pemotong: Agrotis sp. (A. ipsilon); Spodoptera litura, penggerek batang jagung (Ostrinia furnacalis), dan penggerek buah jagung (Helicoverpa armigera). Pengendalian: (1) bertanam secara serentak pada areal yang luas, sanggup juga dilakukan pergiliran tanaman; (2) dengan mencari dan membunuh ulat-ulat tersebut yang biasanya terdapat di dalam tanah; (3) sebelum lahan ditanami jagung, disemprot terlebih dahulu dengan insektisida.

3.5.2. Penyakit
a. Penyakit bulai (Downy mildew)
Penyebab: cendawan Peronosclero spora maydis dan P. spora javanica serta P. spora philippinensis. yang akan merajalela pada suhu udara 27 derajat C ke atas serta keadaan udara lembab. Gejala: (1) pada tumbuhan berumur 2-3 minggu, daun runcing dan kecil, kaku dan pertumbuhan batang terhambat, warna menguning, sisi bawah daun terdapat lapisan spora cendawan warna putih; (2) pada tumbuhan berumur 3-5 minggu, tumbuhan yang terjangkit mengalami gangguan pertumbuhan, daun berubah warna dan perubahan warna ini dimulai dari pecahan pangkal daun, tongkol berubah bentuk dan isi; (3) pada tumbuhan dewasa, terdapat garis-garis kecoklatan pada daun tua. Pengendalian: (1) penanaman dilakukan menjelang atau awal trend penghujan; (2) pola tanam dan pola pergiliran tanaman, penanaman varietas unggul; (3) dilakukan pencabutan tumbuhan yang terserang, kemudian dimusnahkan.

b. Penyakit bercak daun (Leaf bligh)
Penyebab: cendawan Helminthosporium turcicum. Gejala: pada daun tampak bercak memanjang dan teratur berwarna kuning dan dikelilingi warna coklat, bercak berkembang dan meluas dari ujung daun hingga ke pangkal daun, semula bercak tampak basah, kemudian berubah warna menjadi coklat kekuning-kuningan, kemudian berkembang menjadi coklat tua. Akhirnya seluruh permukaan daun berwarna coklat. Pengendalian: (1) pergiliran tumbuhan hendaknya selalu dilakukan guna menekan meluasnya cendawan; (2) mekanis dengan mengatur kelembaban lahan semoga kondisi lahan tidak lembab; (3) kimiawi dengan pestisida antara lain: Daconil 75 WP, Difolatan 4 F.
c. Penyakit karat (Rust)
Penyebab: cendawan Puccinia sorghi Schw dan Puccinia polypora Underw. Gejala: pada tumbuhan cukup umur yaitu pada daun yang sudah renta terdapat titik-titik noda yang berwarna merah kecoklatan menyerupai karat serta terdapat serbuk yang berwarna kuning kecoklatan, serbuk cendawan ini kemudian berkembang dan memanjang, kemudian akhirnya karat sanggup berkembang menjadi majemuk bentuk. Pengendalian: (1) mengatur kelembaban pada areal tanam; (2) menanam varietas unggul atau varietas yang tahan terhadap penyakit; (3) melaksanakan sanitasi pada areal pertanaman jagung; (4) kimiawi memakai pestisida menyerupai pada penyakit bulai dan bercak daun.

d. Penyakit gosong infeksi (Corn smut/boil smut)
Penyebab: cendawan Ustilago maydis (DC) Cda, Ustilago zeae (Schw) Ung, Uredo zeae Schw, Uredo maydis DC. Gejala: pada tongkol ditandai dengan masuknya cendawan ini ke dalam biji sehingga terjadi pembengkakan dan mengeluarkan kelenjar (gall), pembengkakan ini menimbulkan pembungkus terdesak hingga pembungkus rusak dan kelenjar keluar dari pembungkus dan spora tersebar. Pengendalian: (1) mengatur kelembaban areal pertanaman jagung dengan cara pengeringan dan irigasi; (2) memotong pecahan tumbuhan kemudian dibakar; (3) benih yang akan ditanam dicampur dengan fungisida secara merata hingga semua permukaan benih terkena.

e. Penyakit bau tongkol dan bau biji
Penyebab: cendawan Fusarium atau Gibberella antara lain Gibberella zeae (Schw), Gibberella fujikuroi (Schw), Gibberella moniliforme. Gejala: sanggup diketahui setelah membuka pembungkus tongkol, biji-biji jagung berwarna merah jambu atau merah kecoklatan kemudian berkembang menjadi warna coklat sawo matang. Pengendalian: (1) menanam jagung varietas unggul, dilakukan pergiliran tanam, mengatur jarak tanam, perlakuan benih; (2) penyemprotan dengan fungisida setelah ditemukan tanda-tanda serangan.

3.6. Panen
Hasil panen jagung tidak semua berupa jagung tua/matang fisiologis, tergantung dari tujuan panen. Seperti pada tumbuhan padi, tingkat kemasakan buah jagung juga sanggup dibedakan dalam 4 tingkat: masak susu, masak lunak, masak renta dan masak kering/masak mati.

3.6.1. Ciri dan Umur Panen
Ciri jagung yang siap dipanen adalah:
a) Umur panen yaitu 86-96 hari setelah tanam.
b) Jagung siap dipanen dengan tongkol atau kelobot mulai mengering yang ditandai dengan adanya lapisan hitam pada biji pecahan lembaga.
c) Biji kering, keras, dan mengkilat, apabila ditekan tidak membekas.
Jagung untuk sayur (jagung muda, baby corn) dipanen sebelum bijinya terisi penuh. Saat itu diameter tongkol gres mencapai 1-2 cm. Jagung untuk direbus dan dibakar, dipanen ketika matang susu. Tanda-tandanya kelobot masih berwarna hijau, dan bila biji dipijit tidak terlalu keras serta akan mengeluarkan cairan putih. Jagung untuk kuliner pokok (beras jagung), pakan ternak, benih, tepung dan aneka macam keperluan lainnya dipanen kalau sudah matang fisiologis. Tanda-tandanya: sebagian besar daun dan kelobot telah menguning. Apabila bijinya dilepaskan akan ada warna coklat kehitaman pada tangkainya (tempat menempelnya biji pada tongkol). Bila biji dipijit dengan kuku, tidak meninggalkan bekas.

3.6.2. Cara Panen
Cara panen jagung yang matang fisiologis yaitu dengan cara memutar tongkol berikut kelobotnya, atau sanggup dilakukan dengan mematahkan tangkai buah jagung. Pada lahan yang luas dan rata sangat cocok bila memakai alat mesin pemetikan.

3.6.3. Periode Panen
Pemetikan jagung pada waktu yang kurang tepat, kurang masak sanggup menimbulkan penurunan kualitas, butir jagung menjadi keriput bahkan setelah pengeringan akan pecah, terutama bila dipipil dengan alat. Jagung untuk keperluan sayur, sanggup dipetik 15 hingga dengan 21 hari setelah tumbuhan berbunga. Pemetikan jagung untuk dikonsumsi sebagai jagung rebus, tidak harus menunggu hingga biji masak, tetapi sanggup dilakukan ± 4 ahad setelah tumbuhan berbunga atau sanggup mengambil waktu panen antara umur panen jagung sayur dan umur panen jagung masak mati.

3.6.4. Prakiraan Produksi
Produksi jagung di suatu negara sering mengalami pasang surut. Hal ini sanggup terjadi sebagai akhir perubahan areal penanaman jagung. Namun demikian dengan ditemukannya varietas-varietas unggul sebagai imbangan berkurangnya lahan, maka totalitas produksi tidak akan terlalu berubah. Irigasi dan pemupukan sangat penting untuk mendapat produksi yang baik. Walaupun potensi hasil cukup tinggi, cara untuk mendapat produksi pada tingkat optimal yang dilakukan oleh petani, gres menawarkan hasil 17 ton/ha.

3.7. Pascapanen
Setelah jagung dipetik biasanya dilakukan proses lanjutan yang merupakan serangkaian pekerjaan yang berkaitan dan akhirnya produk siap disimpan atau dipasarkan.

3.7.1. Pengupasan
Jagung dikupas pada ketika masih menempel pada batang atau setelah pemetikan selesai. Pengupasan ini dilakukan untuk menjaga semoga kadar air di dalam tongkol sanggup diturunkan dan kelembaban di sekitar biji tidak menimbulkan kerusakan biji atau menimbulkan tumbuhnya cendawan. Pengupasan sanggup memudahkan atau memperingan pengangkutan selama proses pengeringan. Untuk jagung masak mati sebagai materi makanan, begitu selesai dipanen, kelobot segera dikupas.

3.7.2. Pengeringan
Pengeringan jagung sanggup dilakukan secara alami atau buatan. Secara tradisional jagung dijemur di bawah sinar matahari sehingga kadar air berkisar 9-11 %. Biasanya penjemuran memakan waktu sekitar 7-8 hari. Penjemuran sanggup dilakukan di lantai, dengan bantalan anyaman bambu atau dengan cara diikat dan digantung.
Secara buatan sanggup dilakukan dengan mesin pengering untuk menghemat tenaga manusia, terutama pada trend hujan. Terdapat aneka macam cara pengeringan buatan, tetapi prinsipnya sama yaitu untuk mengurangi kadar air di dalam biji dengan panas pengeringan sekitar 38-43 derajat C, sehingga kadar air turun menjadi 12-13 %. Mesin pengering sanggup digunakan setiap ketika dan sanggup dilakukan pengaturan suhu sesuai dengan kadar air biji jagung yang diinginkan.

3.7.3. Pemipilan
Setelah dijemur hingga kering jagung dipipil. Pemipilan sanggup memakai tangan atau alat pemipil jagung bila jumlah produksi cukup besar. Pada dasarnya "memipil" jagung hampir sama dengan proses perontokan gabah, yaitu memisahkan biji-biji dari tempat pelekatan. Jagung menempel pada tongkolnya, maka antara biji dan tongkol perlu dipisahkan.

3.7.4. Penyortiran dan Penggolongan
Setelah jagung terlepas dari tongkol, biji-biji jagung harus dipisahkan dari kotoran atau apa saja yang tidak dikehendaki, sehinggga tidak menurunkan kualitas jagung. Yang perlu dipisahkan dan dibuang antara lain sisa-sisa tongkol, biji kecil, biji pecah, biji hampa, kotoran selama petik ataupun pada waktu pengumpilan. Tindakan ini sangat bermanfaat untuk menghindari atau menekan serangan jamur dan hama selama dalam penyimpanan. Disamping itu juga sanggup memperbaiki peredaran udara.

Untuk pemisahan biji yang akan digunakan sebagai benih terutama untuk penanaman dengan mesin penanam, biasanya membutuhkan keseragaman bentuk dan ukuran buntirnya. Maka pemisahan ini sangat penting untuk menambah efisiensi penanaman dengan mesin. Ada aneka macam cara membersihkan atau memisahan jagung dari adonan kotoran. Tetapi pemisahan dengan cara ditampi menyerupai pada proses pencucian padi, akan mendapat hasil yang baik.

IV. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN
4.1. Analisis Usaha Budidaya
Perkiraan analisis budidaya dengan luas lahan penanaman 1 ha, jenis jagung Hibrida C1 pada tahun 1999 per trend tanam (3 bulan) di tempat Jawa Barat:
  1. Biaya produksi
    1. Sewa 1 hektar per trend tanam
    2. Bibit: benih jagung 20 kg @ Rp. 15.000,-
    3. Pupuk
      - Urea: 300 kg @ Rp. 1.500,-
      - SP 36: 100 kg @ Rp.1.900,-
      - KCl: 50 kg @ Rp. 1.650,-
    4. Pestisida
      - Insektisida: 2 liter @ Rp. 50.000,-
    5. Tenaga kerja
      - Pengolahan lahan
      - Penanaman: 20 OH @ Rp. 10.000,-
      - Penyiangan dan pembumbunan (borongan)
      - Pemupukan: 20 OH @ Rp. 10.000,-
      - Pemeliharaan lain
    6. Panen
    7. Biaya lain-lain
      Jumlah biaya produksi
  2. Pendapatan: 5.500 kg.@ Rp. 650,-
  3. Keuntungan bersih
  4. Parameter kelayakan usaha
    1. Rasio B/C

Rp.
Rp.

Rp.
Rp.
Rp.

Rp.

Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.

=

375.000,-
300.000,-

450.000,-
190.000,-
82.500,-

100.000,-

450.000,-
200.000,-
50.000,-
200.000,-
50.000,-
150.000,-
100.000,-
2.697.500,-
3.575.000,-
877.500,-

1,325
 Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tumbuhan pangan biji Budidaya Tanaman Pangan Jagung
4.2. Gambaran Peluang Agribisnis
Berdasarkan statistik yang ada ajakan produk jagung nasional belum sanggup memenuhi kebutuhan industri di dalam negeri. Impor jagung jumlahnya sudah cukup besar terutama dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan industri pakan ternak yang sedang berkembang cukup umur ini.

V. STANDAR PRODUKSI
5.1. Ruang Lingkup
Standar produksi tumbuhan jagung meliputi: standar klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji, syarat penandaan, pengemasan dan rekomondasi.

5.2. Diskripsi
Standar mutu jagung di Indonesia tercantum dalam Standar Nasional Indonesia SNI 01-03920-1995.

5.3. Klasifikasi dan Standar Mutu
Berdasarkan warnanya, jagung kering dibedakan menjadi jagung kuning (bila sekurang-kurangnya 90% bijinya berwarna kuning), jagung putih (bila sekurang-kurangnya bijinya berwarna putih) dan jagung adonan yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut. Dalam perdagangan internasional, komoditi jagung kering dibagi dalam 2 nomor HS dan SITC berdasarkan penggunaannya yaitu jagung benih dan non benih.
a. Syarat Umum
1. Bebas hama dan penyakit.
2. Bebas bau busuk, asam, atau bau ajaib lainnya.
3. Bebas dari materi kimia, seperti: insektisida dan fungisida.
4. Memiliki suhu normal.

b. Syarat Khusus
1. Kadar air maksimum (%): mutu I=14; mutu II=14; mutu III=15; mutu IV=17.
2. Butir rusak maksimum (%): mutu I=2; mutu II=4; mutu III=6; mutu IV=8.
3. Butir warna lain maksimum (%): mutu I=1; mutu II=3; mutu III=7; mutu IV=10.
4. Butir pecah maksimum (%): mutu I=1; mutu II=2; mutu III=3; mutu IV=3.
5. Kotoran maksimum (%): mutu I=1; mutu II=1; mutu III=2; mutu IV=2.

Untuk mendapat standar mutu yang disyaratkan maka dilakukan beberapa pengujian diantaranya:
a. Penentuan adanya hama dan penyakit, gres dilakukan dengan cara organoleptik kecuali adanya materi kimia dengan memakai indera pengelihatan dan penciuman serta dibantu dengan peralatan dan cara yang diperbolehkan.
b. Penentuan adanya rusak, butir warna lain, kotoran dan butir pecah dilakukan dengan cara manual dengan pinset dengan teladan uji 100 gram/sampel. Persentase butir-butir warna lain, butir rusak, butir pecah, kotoran ditetapkan berdasarkan berat masing-masing komponen dibandingkan dengan berat teladan analisa x 100 %
c. Penentuan kadar air biji ditentukan dengan moisturetester electronic atau "Air Oven Methode" (ISO/r939-1969E atau OACE 930.15). Penentuan kadar aflatoxin yaitu racun hasil metabolisme cendawan Aspergilus flavus, Aflatoxin disini yaitu jumlah semua jenis aflatoxin yang terkandung dalam biji-biji kacang tanah.

5.4. Pengambilan Contoh
Contoh diambil secara acak sebanyak akar pangkat dua dari jumlah karung maksimum 30 karung dari tiap partai barang, kemudian dari tiap-tiap karung diambil teladan maksimum 500 gram. Contoh-contoh tersebut diaduk/dicampur sehingga merata, kemudian dibagi empat dan dua pecahan diambil secara diagonal. Cara ini dilakukan beberapa kali hingga mencapai teladan seberat 500 gram. Contoh ini disegel dan diberi label untuk dianalisa, berat teladan analisa 100 gram.

5.5 Pengemasan
Pengemasan dengan karung harus mempunyai persyaratan higienis dan dijahit mulutnya, berat netto maksimum 75 kg dan tahan mengalami "handling" baik waktu pemuatan maupun pembongkaran.

Di pecahan luar karung (kecuali dalam bentuk curah) ditulis dengan materi yang kondusif yang tidak luntur dan terperinci terbaca antara lain:
a) Produksi Indonesia.
b) Daerah asal produksi.
c) Nama dan mutu barang.
d) Nama perusahaan/pengekspor.
e) Berat bruto.
f) Berat netto.
g) Nomor karung.
h) Tujuan.

VI. REFERENSI
6.1. Daftar Pustaka
a. AAK. (1993). Teknik Bercocok Tanam Jagung. Yogyakarta. Kanisius.
b. Balai Pengkajian Teknologi (1998). Budidaya Kedelai dan Jagung. Palangkaraya. Departemen .
c. Capricorn Indo Consult. (1998). Studi Tentang Agroindustri & Pemasaran JAGUNG & KEDELAI di Indonesia.
d. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (1988). Jagung Bogor. Badan Penelitian dan Pengembangan
e. Saenong, Sania. (1988). Teknologi Benih Jagung. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Badan Penelitian dan Pengembangan .
f. Sutoro; Yogo Sulaeman; Iskandar. (1988). Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Badan Penelitian dan Pengembangan .
g. Warisno (1998). Budidaya Jagung Hibrida. Yogyakarta. Kanisius.


Demikianlah Artikel Budidaya Tanaman Pangan Jagung

Sekianlah artikel Budidaya Tanaman Pangan Jagung kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Budidaya Tanaman Pangan Jagung dengan alamat link http://elpasodemisdias.blogspot.com/2000/07/budidaya-tanaman-pangan-jagung.html

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel